Ujian Nasional (UN) biasanya dilakukan oleh para pelajar kelas akhir di setiap jenjangnya. Setiap pelajar harus mengikuti ujian nasional sebagai syarat kelulusan dari sekolah tersebut. Namun, hal tersebut terkesan tak penting.
Banyak pelajar yang masuk ke jenjang berikutnya tidak menggunakan nilai ujian nasional. Seperti pada saat pendaftaran Sekolah Menengah Kejuruan yang biasanya tidak menggunakan nilai ujian nasional. Sekolah tersebut biasanya menggunakan seleksi ujian tertulis sendiri.
Selain itu, untuk masuk ke perguruan tinggi juga tidak menggunakan nilai ujian nasional terlepas dari Seleksi Nasional Perguruan Tinggin Negeri (SNMPTN) dan SPAN-PTKIN (Seleksi Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri). Adalah Seleksi Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (SBMTN) dan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM-PTKIN) yang seleksinya tidak menggunakan nilai ujian nasional.
Biasanya setelah seleksi yang telah disebutkan diatas selesai digelar, para perguruan tinggi menggelar ujian mandiri di kampusnya. Seleksi tersebut juga tak mengacu dengan nilai ujian nasional. Mereka hanya mengacu dengan nilai ujian tertulis yang digelar perguruan tinggi tersebut.
Ada lagi seleksi yang tidak menggunakan nilai ujian nasional. Seleksi minat bakat mengandalkan piagam dan keahlian yang dimiliki calon mahasiswa tersebut. Dengan adanya hal ini, jelas calon mahasiswa tersebut tak perlu fokus dengan ujian nasional. Ia cukup fokus latihan saja untuk meningkatkan prestasi.
Hal-hal tersebut tentu banyak yang merasa bahwa ujian nasional tak bisa dimanfaatkan secara menyeluruh dan berkepanjangan oleh para pelajar. Ujian Nasional hanya dilakukan untuk syarat kelulusan saja. Bahkan sekarang
nilai akhir sekolah dikonversikan dengan nilai ujian sekolah yang nilainya bisa saja dimanipulasi oleh pihak sekolah tersebut.
Dengan adanya fenomena tersebut, tentu pemerintah harus merevisinya. Pemerintah bisa mengadopsi sistem seleksi masuk perguruan tinggi di Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam tersebut seleksi tertulisnya yang menjadi acuan hanya 25% saja.
Selain nilai tersebut, dalam seleksinya universitas di Amerika Serikat juga memperhitungkan IPK SMA sederajat, kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, surat rekomendasi, dan esai calon mahasiswa. Hal ini jauh lebih adil ketimbang di Indonesia yang hanya mengandalkan satu atau dua hal saja.
Bahkan di negeri Paman Sam tersebut tak semua siswa diwajibkan ikut mendaftar perguruan tinggi. Selain itu, siswa kelas XII SMA sederajat juga bisa mendaftarnya tak perlu menunggu lulus terlebih dahulu seperti yang diungkapkan Andrei Sidenko, yang dianugerahi penghargaan “Guru Tahun Ini” pada tahun 2013 seperti yang dilansir pada situs id.tbth.com.
Lebih hebat lagi, di negeri Adadiya tersebut juga terdapat data yang menungkapkan bahwa calon mahasiswa tersebut lebih cocok masuk jurusan yang mana seperti yang dilansir di Kompasiana.com. Hal ini jelas untuk meminimalisir terjadinya salah jurusan bagi calon mahasiswa.