Perkembangan kebudayaan manusia amatlah pesat. Hal ini ditandai dengan mulai ditinggalkannya segala sesuatu yang dianggap kuno, jadul, dan tidak modern. Selain itu, perkembangan kebudayaan juga ditandai dengan munculnya teknologi yang semakin kompleks dan serba digital. Termasuk alat pembayaran dan pertukaran. Masyarakat modern, baik secara global maupun lokal, sudah mulai mengenal mata uang kripto atau cryptocurrency yang hingga sekarang sedang marak-maraknya. Salah satu yang terkenal adalah Bitcoin. Bitcoin merupakan salah satu mata uang kripto yang cukup populer di dunia.
Mata uang yang diciptakan Satoshi Nakamoto ini sudah berkembang pesat dan sedang menjadi pembicaraan dunia dalam kurun waktu 5 tahun ini. Bahkan Oscar Darnawan dalam bukunya yang berjudul Bitcoin Mata Uang Digital Dunia menyebut bahwa Bitcoin bisa disamakan dengan emas. Oleh karena itulah, akhir-akhir ini banyak yang tergiur untuk menggunakan mata uang Bitcoin. Di sebagian negara, termasuk Indonesia sudah mulai ada yang menginvestasikan Bitcoin.
Memang yang namanya Bitcoin cukup menggiurkan untuk digunakan apalagi diinvestasikan, karena nilai tukarnya yang cukup fantastis. Dilansir dari situs kompas.com, jika kita membeli Bitcoin senilai 1.000 dollar AS atau sekitar 13,3 juta rupiah saja, nilainya sekarang sudah melonjak hingga kisaran 39.000 atau kalau dirupiahkan sekitar Rp 518 juta. Jumlah yang fantastis itu membuat beberapa pihak khawatir, termasuk dari Bank Indonesia sendiri. Pihak BI (Bank Indonesia) jelas secara tegas sudah melarang penggunaan Bitcoin baik untuk investasi maupun transaksi. Alasannya penggunaan Bitcoin disinyalir bakal mengganggu stabilitas ekonomi nasional yang menyangkup moneter, keuangan dan sistem pembayaran.( https://finance.detik.com, pada 31 Januari 2018)
Meski begitu, banyak masyarakat kita yang masih tergiur menggunakan Bitcoin untuk metode pembayaran terutama di dunia virtual. Tak ketinggalan juga ada yang menggunakan Bitcoin ini untuk berinvestasi. Jelas hal ini sangat beresiko, ada beberapa masalah yang dialami situs atau pengguna Bitcoin di berbagai negara. Salah satunya seperti yang dikatakan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Ony Widjanarko dilansir situs detik.com, Facebook yang berita terhangatnya tidak lagi mau menerima situsnya ditunggangi iklan-iklan Virtual Currency, lalu ada Jepang tempat penukaran Bitcoinnya kena hack US$ 540 juta. Juga New York Stock Exchange Commision baru-baru ini menegaskan tak akan bisa mengakui virtual currency sebagai investasi kalau belum sanggup menjawab enam hal. Diantaranya aspek bagaimana menghitung asetnya yang begitu volatilitas, juga menyangkut payung hukumnya bagaimana, hingga cakupan standar akuntansinya apa saja perlu diperhatikan.
Walau demikian, masih banyak masyarakat yang berambisi untuk investasi Bitcoin. Hal ini juga beresiko, mengingat nilai tukar Bitcoin ini tidak dapat diprediksi. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati juga menghimbau dan mewanti-wanti masyarakat agar tidak berspekulasi terlalu tinggi untuk berinvestasi uang virtual. Menurutnya, masyarakat sekarang ini melirik cryptocurrency karena nilainya semakin naik yang membuat masyarakat semakin nekad berinvestasi Bitcoin.
Soal investasi Bitcoin, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong justru berbeda dengan BI dan Sri Mulyani. Bagi Lembong, hadirnya Bitcoin sebagai cryptocurrency merupakan inovasi baru yang perlu diikuti. Artinya, masyarakat Indonesia juga tidak perlu khawatir resikonya menggunakan Bitcoin untuk pembayaran ataupun investasi. Karena menurutnya, tingginya nilai tukar Bitcoin yang fantastis itu terjadi lantaran mata uang ini masih baru yang kedepannya diprediksi akan stabil. (merdeka.com)
Dua silang pendapat inilah yang sedikitnya membuat masyarakat bingung guna berinvestasi Bitcoin. Pasalnya pihak BI dan Menteri Keuangan telah mewanti-wanti untuk tidak melakukannya. Tapi, bagi kepala BKPM justru malah bagus dan perlu disambut dengan baik inovasi untuk berinvestasi Bitcoin. Inilah yang perlu diselesaikan, terkait mekanisme investasinya, dan bagaimana pula cara mengatasi resiko-resiko yang besar itu? Apa langkah yang perlu dilakukan pihak BI, Menteri Keuangan, dna juga BKPM sebagai pihak yang berwenang?
Harus Ada Pertemuan Khusus
Pertama harus ada pertemuan khusus. Dalam hal ini ketiga belah pihak, baik dari pihak BI, Menteri Keuangan, dan tentu BKPM sebagai pemegang wewenang harus mengadakan pertemuan khusus untuk membahas kelanjutan investasi Bitcoin. Barangkali nantinya bisa memunculkan aturan baru mengenai penggunaan mata uang kripto di Indonesia. Karena sejauh ini belum ada peraturan yang khusus membahas cryptocurrency di Indonesia.
Harapannya ketika ada pertemuan khusus antara pihak yang bersangkutan, juga bisa menjadi wadah untuk menyatukan pendapat yang bersilangan itu, sehingga masyarakat tidak bingung dan bagi masyarakat yang sudah terlanjur berinvestasi Bitcoin bisa dijamin keamanannya.
BKPM Perlu Bekerjasama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
Langkah selanjutnya bisa ditempuh melalui kerjasama dengan Badan Siber dan Sandi Negara yang baru saja dibentuk Presiden Jokowi. Jadi BSSN tidak hanya mengurusi kejahatan cyber saja, namun juga sanggup berkolaborasi dengan BKPM untuk menciptakan sistem penanaman modal atau investasi uang kripto yang aman dan dapat dikendalikan. Mengingat banyak sekali resiko bila seseorang atau sebagian masyarakat berinvestasi Bitcoin, cara ini patut dicoba. Bukan hanya soal rugi yang fantastis, namun berbicara cyber, juga akan muncul kejahatan-kejahatan cyber berikutnya yang tentu merugikan. Apabila investasi Bitcoin ini sudah mulai merebak dan aturan sudah mulai muncul, ini juga berpotensi menimbulkan kejahatan cyber (cyber crime), seperti Hacking, Cracking, Spoofing, Sniffing, Judi Online, Prostitusi Online, Korupsi, dan pembelian barang-barang ilegal dengan menggunakan mata uang Bitcoin.
Jika ini terjadi, BI dan BKPM akan kesulitan menjangkaunya. Terlebih apabila tidak ada yang benar-benar ahli mengatasi persoalan ini. Untuk itulah perlu adanya kerjasama dengan BSSN. Paling tidak dalam mekanismenya, BKPM yang berwenang mengatur mekanisme penanaman modal atau investasi Bitcoin di Indonesia, sekaligus melayani masyarakat atau investor yang mencoba berinvestasi Bitcoin. Nah, BSSN yang nantinya bertugas di bidang pengoperasiannya, terutama di dunia virtualnya. Mengenai arus keluar masuknya Bitcoin melalui dunia virtual, sekaligus mengatasi penyelewengan dan kerugian yang barangkali tiba-tiba bisa muncul di tengah jalan.
Dengan dua langkah itu, harapannya masyarakat tidak lagi cemas untuk berinvestasi Bitcoin. Dan meskipun resikonya besar, mereka yang berinvestasi Bitcoin merasa aman, karena mekanismenya dan payung hukumnya sudah ada yang mengatur. Jika ini sukses, Indonesia akan menjadi pengguna Bitcoin yang tidak hanya pasif, namun sudah bisa menghasilkan. Bahkan peluang di dunia penanaman modal dan investasi untuk maju dan berkembang semakin terbuka. Dengan begitu artinya Indonesia sudah mampu mengikuti perkembangan zaman, dan tidak lagi selalu berpatokan pada sistem yang lama. Meski bagaimanapun, semakin hari perkembangan teknologi termasuk virtual currency mau tidak mau akan berkembang. Dan Indonesia paling tidak musti sejajar dengan negara lain yang sudah lihai menggunakan Bitcoin sebagai alat pembayaran dan investasi.