Pagi ini memang seperti biasanya, Seruni terbangun lagi dengan mengutuki dirinya kembali. Enam tahun sudah semenjak kecelakaan yang merenggut Ayah dan Ibunya, ia selalu berharap agar Tuhan mengubah malam lebih panjang daripada waktu yang semestinya.
Seruni baru saja berumur sembilan belas kala itu, dan kematian orang tuanya adalah kado paling buruk yang pernah semesta berikan padanya. Sejak kala itu juga, ulang tahun yang semestinya menjadi hari bahagianya tak lebih dari momentum yang selalu membuat dirinya teringat akan takdir yang kejam terhadap dirinya.
Hari ini adalah ulang tahun Seruni yang ke dua puluh lima, tidak ada yang spesial. Hanya saja, teman-teman satu Klub Jurnalistik selama kuliahnya dulu tak pernah absen untuk memberikan doa-doa dan harapan agar Seruni tetap hidup. Seruni memang telah menganggap mereka seperti keluarga.
Kalis, Banar, Hera, dan Argen adalah yang paling dekat dengan Seruni hingga hari ini. Mereka semua memang berasal dari kota ini, hal itulah yang membuat mereka masih sering bertemu untuk sekadar mengadakan kopi darat membahas kasus-kasus yang pernah mereka tangani saat menjadi anggota klub.
Seruni dan teman-temannya itu adalah anggota tim khusus dari Klub Jurnalistik di kampusnya dulu, tidak ada yang mengerti hari ini jika mereka adalah generasi pertama dari Komplotan Rahasia. Ghani, salah satu senior mereka yang memberikan nama itu. Mereka juga tidak mengerti, apakah regenerasi dari Komplotan Rahasia masih adakah hingga sekarang atau tidak.
Setelah mengecek ponselnya yang penuh dengan pesan singkat berisi doa-doa temannya, Seruni bergegas bersiap untuk berangkat menuju tempat kerjanya. Bukan sebuah perusahaan besar, hanya saja Seruni nyaman bekerja di kantornya sekarang karena iklim kerjanya tidak segila tempat kerjanya sebelumnya.
Baru saja memasuki lobi gedung kantornya Seruni sudah disambut dengan Pak Sukardi yang selalu tersenyum ramah setiap pagi dengannya.
“Selamat pagi, mbak Seruni. Semoga harinya menyenangkan,”
Setelah menyapa dan mengucapkan terima kasih kembali Seruni melanjutkan langkahnya menuju lantai sebelas gedung ini. Kantornya memang belum mempunyai gedung sendiri, karena memang baru berusia dua tahun.
Baru saja melangkahkan masuk ke ruangannya, Seruni dikagetkan dengan teman-teman kerjanya yang sudah membawa kue ulang tahun dengan lilin yang menyala dengan lagu happy birthday to you yang mereka nyanyikan.
“Happy birthday, Seruni”
Setelah Seruni meniup api kecil di lilin berangka dua puluh lima itu mereka semua bertepuk tangan dan menyalami Seruni satu-persatu. Seruni pun menjanjikan mereka semua untuk mentraktirnya makan siang saat jam istirahat nanti datang.
“Selamat ulang tahun mbak Seruni, sehat dan bahagia selalu ya mbak,”
Kana, salah satu anak magang di kantornya itu menjadi seorang yang paling akhir pergi dari hadapan Seruni yang masih memegang kue ulang tahun.
“Terima kasih, Kana. Semoga doa baiknya kembali kepada kamu ya,”
Selesai dari perayaan kecil itu, Seruni menuju meja kerjanya yang berada di paling pojok bersama meja pemilik perusahaan ini. Laki-laki itu ternyata hanya memandangi Seruni dari jauh sedari tadi dengan mengulum senyum kecil dari kejauhan.
“Pagi, Pak. Masih pagi, sudah sibuk saja,” ucap Seruni sedikit mengejek pada bosnya itu.
“Iya nih, lumayan. Gara-gara bawahan saya kemarin ngambek akhirnya saya yang harus turun tangan untuk mengatasi klien,” jawab bosnya sedikit membuat Seruni meringis.”Yaudah, kamu urus sisanya ya. Saya harus menemui Bu Ratna siang nanti,” lanjutnya lagi.Setelah meng-iyakan bosnya, Seruni langsung tenggelam dengan pekerjaannya hari itu.
***
Sejak sore tadi, setelah menyelesaikan pekerjaannya, Seruni memang langsung bergegas pulang ke rumah orang tuanya. Setelah orang tuanya meninggal enam tahun silam, Seruni memang memilih untuk tinggal sendiri di rumah baru yang ia beli.
Seruni hanya ingin tidak terbayang-bayang dengan kenangan bersama orang tuanya dulu. Mbok Nah dan Pak Karno, adalah orang yang dipercaya Seruni untuk merawat rumah orang tuanya selama ini.
Sesekali, setiap akhir pekan Seruni menginap di sana.
Namun walaupun hari ini bukan akhir pekan, Seruni berkeinginan untuk menginap di rumah orang tuanya. Rasa rindu yang membuncah membuat dirinya ingin sekali bertemu orang tuanya. Pada akhirnya, selepas petang datang Seruni tertidur di kamar orang tuanya.
Seruni terbangun kala sebuah tangan mengusap pipinya pelan, netranya yang langsung terkena cahaya lampu ruangan yang masih terang membuatnya refleks memejamkan matanya kembali.
“Ayo bangun, kamu belum makan malam kan?” sebuah suara yang amat ia kenali perlahan membuatnya terjaga.
Argen-bos, sahabat, sekaligus pacarnya itu kini sudah berada di samping ranjang tempat ia terlelap.
“Kamu kok tahu aku di sini? ‘Kan, aku tadi lupa bilang mau ke rumah Mama-Papa,” ucap Seruni sambil mengumpulkan nyawanya yang belum sepenuhnya kembali penuh.
“Kamu nggak inget aku juga anggota Komplotan Rahasia?” tanya lelaki itu sambil tersenyum.
“Ya nggak gitu juga, ini kan bukan kasus-kasus ngeri-ngeri sedap yang seperti dulu harus kita pecahkan,” jawab Seruni membuat Argen tergelak.
“Makan dulu yuk. Setelahnya, aku ada hadiah spesial.untuk kamu,”
Mendengar perkataan Argen, Seruni langsung bergegas bangun untuk mencuci muka lalu mengisi perutnya.
Setelah selesai mengisi perutnya, kini Seruni dan Argen sudah berada di balkon lantai dua rumahnya. Sebuah kotak berwarna soft purple kemudian diberikannya kepada Seruni. Sebuah lilin aroma terapi, korek api, dan sebuah foto dengan tanggal sehari sebelum ulang tahun seruni enam tahun silam. Seruni menjadi teringat dengan momentum dalam potret itu. Saat Komplotan Rahasia berhasil memecahkan kasus pelecehan seksual di kampus mereka.
“Maksud lilin aroma terapi, korek api, dan foto ini apa?” tanya Seruni pada Argen.
“Aku pikir ini saatnya untuk kamu dapat melepas rindu dengan Ayah-Ibu kamu. Selama ini aku ragu, aku takut kamu akan terbayang-bayang kembali dengan kejadian enam tahun silam. Namun, melihat senyum kamu tadi pagi, aku pikir sekarang adalah saat yang tepat. Tetapi sebelum itu, kamu harus berjanji terlebih dahulu padaku, kamu mau kan?”
Seruni masih bingung dengan perkataan lelaki di depannya itu.
“Apa pun yang akan terjadi nanti, kamu harus ingat yang sudah berlalu akan tetap berlalu. Karena kamu tidak bisa merubah yang sudah takdir gariskan,”
Seruni masih diam, mendengarkan lelaki yang sedang menjelaskan dengan sabar perihal hadiah yang diberikannya itu.
“Kamu siap?”
Seruni pun mengangguk. Argen mulai menyalakan lilin aroma terapi itu, cahaya kecil dari pelita itu berpendar membuat balkon ini yang sedikit gelap menjadi hangat. Aroma lavender pun menguar lembut. Tak lama setelahnya foto itu pun disulutnya dengan api kecil dari lilin itu.
Kesadaran Seruni pun seperti terenggut. Matanya refleks memejam. Tak lama setelahnya netranya terbuka. Kini Seruni sedang berada di rumah dengan orang tuanya yang duduk di seberang mejanya.
Seruni kaget, ternyata ia kembali ke waktu enam tahun silam? Jadi ini maksud Argen?
“Mama dan Papa esok hari harus ke Bandung. Seruni ada kegiatan di kampus kan, besok?”
Seruni jadi ingat, esok adalah hari terakhir Komplotan Rahasia memecahkan kasus pertama mereka. Seruni pun kemudian mengangguk.
“Sebenarnya kami ingin kamu ikut sekalian liburan, tapi kan ini baru awal pekan. Jadi liburannya setelah Mama dan Papa pulang ya, sayang?” ucap Papa Seruni.
“Memangnya berapa hari Papa dan Mama ke Bandung?” tanya Seruni kemudian.
“Tidak ada satu hari, kami akan langsung pulang. ‘Kan besoknya ulang tahun kamu? Iya kan, Pa?” sahut mamanya sambil tersenyum pada anak perempuannya itu.
Seruni tiba-tiba menangis, membuat orang tuanya tertawa.
“Kenapa kamu tiba-tiba menangis? Biasanya juga tenang-tenang saja Mama ikut Papa ke luar kota?”
“Besok batalkan saja ya? Seruni mau Mama-Papa tinggal saja. Seruni nggak mau kehilangan kalian,”
Tangis Seruni makin keras. Tak lama, Mamanya sudah berpindah duduk di sebelahnya. Seruni memang ingat betul pesan Argen tadi, namun siapa yang ingin kehilangan orang yang dicintainya?
“Hei sayang, kami pergi tidak ada satu minggu. Hanya satu hari dan langsung kembali, sudah ya? Kamu sudah mau sembilan belas tahun loh. Masa, kami tinggal ke Bandung sehari saja sampai nangis seperti akan berpisah selamanya saja?”
Seruni masih menangis, dirinya tidak ingin orang tuanya pergi esok hari. Dirinya tetap bersikeras agar orang tuanya tetap tinggal.
“Seruni sayang Mama-Papa. Seruni nggak bisa hidup tanpa kalian, jangan tinggalkan Seruni sendiri ya? Seruni mohon, ya ya ya?”
“Maaf sekali, Papa tidak bisa menunda pertemuan yang sudah tertunda sudah satu bulan sayang,”
“Bagaimana kalau kalian tidak kembali? Bagaimana Seruni akan bisa bertahan hidup?”
Rosaline-Ibu Seruni kemudian berkata,
“Kamu tahu sayang, kami sangat menyayangi kamu melebihi apa pun yang ada di semesta ini. Kami tidak akan pernah pergi jauh dari kamu, kami berada di dekat kamu. Kalau misal suatu hari kami harus pergi, Tuhan akan mempertemukan kamu dengan orang-orang yang benar-benar menyayangi kamu. Kamu anak baik Mama, kamu paham?”
Seruni pun hanya bisa mengangguk dalam dekapan Rosaline.
Tak lama setelah itu suara dengungan keras terdengar melalui gendang telinganya.
Seperti ditarik kembali, Seruni pun refleks memejamkan matanya. Setelah suara dengungan itu hilang, dirinya kemudian membuka netranya kembali.
Setelah tersadar, Seruni pun menangis kembali. Argen pun langsung menenangkannya.
Setelah beberapa menit terdiam, akhirnya Seruni pun membuka suara.
“Mama bilang, setelah mereka pergi aku kan dipertemukan dengan orang-orang yang menyayangiku. Terima kasih, Argen karena kamu menjadi salah satunya,”
“Kalis, Hera, Banar, Pak Sukardi, Kana, Mbok Nah, Pak Karno dan yang lainnya juga. Apakah mereka orang-orang yang dimaksud Mama ya?”
Mendengar itu Argen hanya tersenyum sambil menyeka air mata yang masih menggenang di pelupuk mata Seruni.
“Selama ini aku sering merasa kesepian, ternyata aku yang kurang bersyukur ya? Padahal banyak sekali yang peduli dan sayang padaku?”
“Sekarang sudah cukup lega?”
“Iya, besok antar aku ke Makam Mama dan Papa ya? Boleh kan bolos kerja setengah hari?”
Argen pun mengangguk menyetujui permintaan kekasihnya itu.
***
Esok harinya dengan diantar oleh Argen, Seruni pun mengunjungi Makam orang tuanya. Akhirnya, hari ini pun datang. Seruni pun mau berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir orang tuanya setelah enam tahun dirinya selalu menghindar.
Seruni pun sudah lebih ikhlas saat ini. Dirinya yang terbiasa berpura-pura untuk tidak menangis kini sudah berjanji dengan dirinya sendiri untuk lebih menerima dan mencintai dirinya sendiri..Seruni pun kemudian menjadi lebih banyak tersenyum.
Ternyata, Tuhan selalu punya rencana baik untuk dirinya. Mungkin Seruni kehilangan orang tuanya, akan tetapi Tuhan juga berlaku adil dengan dirinya. Dia mengirimkan orang-orang yang benar-benar menyayanginya setelah orang tuanya tiada.