Judul : Manajemen Pelayanan Publik
Penulis : Hayat
Penerbit : Rajawali Pers
Terbit : 2017
Tebal : 226 Halaman
ISBN : 978-602-425-080-5
Pelayanan tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan terhadap warganya. Kebutuhan masyarakat bersifat administratif baik barang ataupun jasa. Pemerintah sebagai penyedia pelayanan harus menjalankannya secara optimal. Namun demikian, pelayanan publik yang baik harus didukung tingkat partisipasi tinggi.
Rakyat sebagai penerima pelayanan juga harus bersifat aktif dan partisipatif mendukung program-program agar tidak ada ketimpangan antara penerima dan pemberi pelayanan. Persoalan-persoalan birokrasi Indonesia sampai hari ini masih sering terjadi. Maka, untuk mengembalikan kepercayaan warga terhadap birokrasi, pemerintah membentuk kementerian khusus menangani birokratisasi.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi jembatan untuk mengembangkan sistem birokrasi dan pengelolaan aparatur lebih baik dan berkualitas (hlm 136). Untuk memaksimalkan pelaksanaan reformasi birokrasi, seluruh elemen pemerintahan bekerja sama secara berkesinambungan dengan berbagai regulasi pendukung. Mereka juga menciptakan zona aman terhadap praktik-praktik korupsi dan penguatan kualitas sumber daya aparatur yang profesional.
Bahkan, budaya birokrasi ala Orde Baru masih melekat dalam sistem birokrasi sampai kini. Budaya minta dilayani masih sering kali terjadi di beberapa lembaga atau instansi. Paradigma aparatur tidak menempatkan posisi dan tanggung jawabnya sesuai dengan proporsi. Mindset yang masih terbelenggu sekadar menjalankan aktivitas pekerjaan, tanpa memperhatikan aspek inovasi dan kreativitas untuk meningkatkan kualitas kinerja.
Aspek pelayanan kepentingan umum sering terabaikan kepentingankepentingan pribadi maupun golongan. KKN masih tumbuh subur dalam bingkai-bingkai birokrasi, sekalipun dalam bentuk dan format berbeda. Lampiran Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025 mengungkap persoalan-persoalan yang dihadapi birokrasi, di antaranya organisasi, peraturan, perundang-undangan, SDM aparatur, kewenangan, pelayanan publik, dan pola pikir.
Untuk mencapai reformasi birokrasi secara optimal, peran pemimpin penting dan strategis. Kepemimpinan dalam birokrasi menjadi tolok ukur keberhasilan reformasi. Perubahan terhadap budaya birokrasi menjadi tantangan tersendiri pengambil kebijakan. Dibutuhkan kepemimpinan visioner dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi (hlm 147).
Tidak mudah memang, tetapi bisa dilakukan jika pemimpin birokrasi mempunyai persepsi sama. Juga ada kemampuan serta kemauan kuat untuk mengubah budaya atau pola birokrasi menjadi lebih baik. Good Governance sebagai goals penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan berbagai konsepsi dasar dalam pengembangan sistem manajerial instansi pemerintahan, pengelolaan sumber daya manusia yang komprehensif, kualitas sarana prasarana yang memadai sebagai penunjang kinerja aparatur.
Tujuan akhir sistem pemerintahan adalah good governance, tatanan pemerintahan yang baik dalam segala aspek (hlm 193). Pelayanan menjadi poin penting lain penyelenggaraan pelayanan publik. Hal itu juga mengindikasikan kualitas sumber daya manusia yang baik, profesional, bertanggung jawab, serta kompeten.
Wibowo (2013) menekankan, indikator kinerja menganjurkan sudut pandang prospektif (harapan ke depan) dari retrospektif (melihat ke belakang). Lebih lanjut, ada tujuh indikator kinerja untuk mencapai tujuan, di antaranya: tujuan, standar, umpan balik, alat atau sarana, kompetensi, peluang, dan motif (hlm 74–82).
Pengukuran kinerja menjadi indikator penting dalam penilaian kerja pelayanan bersifat objektif, konkret dan komprehensif. Penilaian pegawai dan pekerjaan berbeda dalam segi makna (hlm 95).
Dimuat di Koran Jakarta edisi 6 Desember 2017 dapat dilihat disini.
Diresensi Fatoni Prabowo Habibi, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, Jurusan Komunikasi Penyiaran dan Islam, IAIN Pekalongan