Presiden akan melakukan penataan ulang terhadap regulasi Full Day School sehingga Permen akan menjadi Peraturan Presiden, demikian diungkapkan Ma’ruf Amin, Ketua Majelis Ulama Indonesia di Kantor Presiden, Senin (19/6). Usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Ma’ruf yang didampingi Muhadjir mengelar jumpa pers mengumumkan pembatalan tersebut.
Pemerintah membatalkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Pembatalan dilakukan setelah Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin.
Menurut Ma’ruf, Presiden merespons aspirasi yang berkembang di masyarakat dan memahami apa yang jadi keinginan masyarakat dan ormas Islam. Oleh karena itu, Presiden akan melakukan penataan ulang terhadap aturan itu.
Peraturan Presiden tersebut bakal disusun bersama Mendikbud Muhadjir, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, MUI, PBNU, dan PP Muhammadiyah.
Dalam Perpres akan diatur penguatan terhadap Madrasah Diniyah dan pondok pesantren terutama untuk menangkal kemungkinan berkembangnya radikalisme dan terorisme. Regulasi baru diharapkan lebih komprehensif dan menampung aspirasi yang berkembang.
Ma’ruf mengatakan, Perpres akan selesai dalam waktu dekat sehingga dapat diterapkan segera dan membuat suasana tenang.
“Karena proses akan cepat maka (Permen) tidak diberlakukan dulu tapi menunggu keluarnya Perpres,” ucap Ma’ruf.
Secara terpisah, Muhadjir menyebutkan keputusan memadatkan jam belajar pada hari biasa telah disetujui Presiden melalui rapat terbatas tentang Tindak Lanjut Program Nation Branding 3 Februari 2017.
Risalah rapat terbatas bahkan telah ditandatangani Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Februari.
“Presiden menyetujui usulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait upaya menyinkronkan libur sekolah dengan libur pegawai, sehingga hari Sabtu dan Minggu dapat digunakan sebagai waktu berlibur masyarakat untuk menikmati kekayaan budaya dan alam Indonesia. Oleh karena itu, hal tersebut agar ditindaklanjuti,” demikian kutipan risalah.
Kebijakan lima hari sekolah ini memang dibuat dengan menyesuaikan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Beban Tugas Guru. Kebijakan itu mengatur beban kerja guru adalah 40 jam dalam sepekan. Sehingga dibuat aturan sekolah menjadi lima hari dengan waktu belajar minimal delapan jam per hari.
Apabila tak berpolemik seperti sekarang, kebijakan itu seharusnya mulai berlaku bulan depan, bersamaan dengan tahun ajaran baru SD, SMP, SMA dan sederajat.
Embrio Full Day School
Di lain tempat, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad menyatakan bahwa program full day school yang di dalamnya terdapat Pendidikan Penguatan Karakter (PPK) sudah dipikirkan sejak Anies Baswedan menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2014-2016 lalu.
“Sebenarnya embrionya kan mulai Pak Anies mengeluarkan Permendikbud No. 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti. Itu embrio utamanya,” kata Hamid di gedung Kemdikbud, Senayan, Jakarta, Kamis (15/6).
Hamid menjelaskan, Permendikbud tersebut dikeluarkan untuk melengkapi kurikulum intrakurikuler dengan kegiatan kegiatan kolikuler dan ekstrakurikuler.
Perihal teknis pelaksanaan, Hamid mengatakan gagasan full day school baru dibahas pada masa kepemimpinan Muhadjir Effendy yang kemudian mengeluarkan Permendikbud No. 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Permendikbud itu berisi tentang PPK dan peraturan hari belajar di sekolah yang hanya dilaksanakan lima hari.
Full day school, lanjut Hamid, baru digodok matang di era Muhadjir lantaran Anies sebagai penggagas terkena reshufle kabinet.
“Ya, Pak Anies keburu diberhentikan,” ujar Hamid.
Gagasan full day school yang akan diterapkan oleh Kemdikbud kembali menyulut pro dan kontra di masyarakat.
Kementerian Agama bahkan sempat meminta jaminan kepada Kemdikbud agar program PPK atau full day school agar tidak mematikan pola belajar di madrasah.
Perihal itu, Hamid menyangkal ada miskomunikasi dengan kementerian lain, khususnya Kementerian Agama.
Ia menuturkan, pihaknya pernah membicarakan program PPK bersama Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama sebelum Peraturan Menteri No. 23 tahun 2017 dikeluarkan.
Hamid mengatakan, dalam pembicaraan itu Kemdikbud sudah menyerap pendapat Kemenag agar PPK tidak mengganggu mengganggu pendidikan di madrasah.
“Makanya di dalam Permendikbud kita itu kan pola kerja sama sekolah dengan diniyah,” kata Hamid.
Bahkan, kata Hamid, program PPK atau full day school sempat akan dikeluarkan melalui peraturan presiden yang juga dibicarakan dengan Kemenag.
“Perpres lima hari sekolah yang rencananya diteken Presiden. Itu kan Kemenag ikut membahas,” kata Hamid
Salah Persepsi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan banyak pihak yang masih salah memahami konsep 8 jam proses belajar mengajar di sekolah.
Ia mengatakan, yang ada di benak masyarakat soal proses belajar mengajar selama 8 jam di sekolah ialah murid diberikan materi pelajaran selama 8 jam.
Padahal, yang dimaksud proses belajar 8 jam tak hanya menerima pelajaran yang berasal dari buku teks, tetapi juga menerima pendidikan karakter.
Ia menjelaskan, nantinya transfer pengetahuan dari buku teks hanya 30 persen. Sedangkan 60-70 persen sisanya akan diisi dengan pendidikan karakter.
“Ini sebagai pemenuhan dari visi presiden yang menetapkan bahwa untuk pendidikan, terutama level pendidikan dasar SD dan SMP, diperbanyak pada penanaman budi pekerti dan pembentukan karakter,” ucap mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu di Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Muhadjir melanjutkan, ada beberapa karakter yang hendak dibentuk. Di antaranya, ada beberapa yang menjadi prioritas dari total 18 karakter, yakni jujur, pantang menyerah, toleran, dan gotong royong.
“Jadi sekali lagi 8 jam itu enggak berarti anak ada di kelas tetapi bisa di lingkungan sekitar sekolah bahkan di luar sekolah, yang penting semua jadi tanggung jawab sekolah di manapun anak belajar,” lanjut dia.
Sementara itu, menurut Ahmad Rizali, pemerhati pendidikan dari Ikatan Guru Indonesia (IGI), gagasan 8 jam belajar sehari memang ide yang bagus untuk memberi keaktifan kepada anak didik. Hanya, menurut Rizali, Mendikbud hanya merujuk pada praktek di sekolah tertentu yang tidak mewakili sekolah-sekolah di Indonesia pada umumnya.
“Anak kaum pekerja jam 8 sampai jam 5 sore memang sangat terbantu, tetapi ceruk ini jelas lebih kecil dari jenis anak-anak yang orang tuanya memiliki pekerja lain,” kata Rizali.
Rizali mengkritisi bahwa kebijakan tersebut hanya memindahkan tanggung jawab para orang tua kepada guru. Di sisi lain, kompetensi guru di Indonesia secara umum masih kurang dan tidak merata.
“Yang terbaik, uji cobakan dulu di sekolah-sekolah di kota kecil, sekolah kecil dan perdesaan. Itu sudah dilakukan belum?” kata Rizali.
Sedangkan, Direktur Eksekutif MAARIF Institute Muhd Abdullah Darraz pada kesempatan lain mendukung wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menerapkan program full day school sebagai bagian dari kebijakan Program Pendidikan Karakter (PPK).
“Pada dasarnya MAARIF Institute mendorong kebijakan ini, sekolah memiliki peran lebih aktif dan leluasa dalam upaya melawan radikalisme yang seringkali dilakukan di luar jam sekolah,” kata Darraz melalui keterangan tertulis, Senin, 12 Juni 2017.
Menurut Darraz melalui kebijakan itu sekolah bisa meminimalkan peran kelompok radikal. “Benteng sekolah bisa diperkuat untuk menghalau kelompok radikal dengan memperkaya kehidupan sekolah dengan kegiatan-kegiatan siswa yang positif dan beragam,” ujarnya.
[tempo.co; cnnIndonesia.com; kompas.com]
Penulis : Fatoni Prabowo Habibi