Begitu terbangun pagi hari ini, saya sudah menderita gatal-gatal. Menurut ibu sih itu biduran. Ini salah satu penyebab, kenapa tulisan ini terlambat. Saya main ke pameran buku Batang yang terletak di Gedung Dharma Wanita Batang, kemarin sore, Sabtu (5/8). Banyak keseruan yang saya rasakan, seperti apa?
Pameran ini sepertinya didukung oleh Perpustakaan Daerah Batang, tak seperti event serupa sebelumnya. Terdapat stand promosi Perpustakaan Batang, atau mungkin sudah ada di acara sebelumnya? Kamu bisa bantu saya koreksi, di kolom komentar ya!
Bila melihat jadwal yang terpampang besar di pintu masuk, ternyata saya sudah melewatkan beberapa acara seru yang sudah terselenggara di hari sebelumnya, seperti Seminar Kewirausahaan bersama Bengkel Kriya, dengan narasumber Anna Setiyana yang juga pemilik Showroom Batik Maharani Pekalongan; Peer Learning Meeting (PLM) Perpusdes Perpuseru; Workshop SLIMS yang mengusung tema Slims Online untuk Mempermudah Layanan Perpustakaan yang disampaikan Aktivis Slims dari Kudus, Mokhamad Zaemakhrus; dan yang baru hari ini adalah Workshop Story Telling bersama kak Adin.
Berdasarkan brosur yang saya terima, untuk besok tanggal 7 Agustus 2017 ada acara menarik juga yaitu Bedah Buku Chartreuse 2004 karya Ida R. Yulia dan Workshop Menulis yang bakal disampaikan Kurnia Hidayati, penyair dan penulis buku Senandika Pemantik Api yang terbit di tahun 2015 lalu. Berikut pengundian doorprize pada malam harinya, kali aja kamu beruntung dan mau menyerap ilmu dari kedua penulis buku yang telah banyak dikenal jagat literasi, datang aja!
Stand Pameran Buku Bagaimana?
Ini dia letak keseruan yang saya sampaikan di awal. Banyak penerbit nasional dan buku yang terbilang favorit kalangan remaja maupun pelajar untuk sekolah, bisa dikatakan segmen inilah yang nampaknya ingin disasar penyelenggara. Diantara penerbit dan stand buku yang bikin saya betah berlama-lama, yaitu Mizan Media, Diva Press, Basa Basi, Media PressIndo, dan penerbit lain yang menyediakan buku berisi materi pelajaran; buku langka nan berumur lama juga buku non-fiksi.
Berikut ini misalnya, buku yang menarik perhatian saya, Semangat Muda karya Tan Malaka; Revolusi Indonesia karya Mohamad Natsir; Islam dalam Madilog karya Tan Malaka; Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 karya H.B. Jassin; Aksi Massa karya Tan Malaka; Metamorfosis karya Franz Kafka; Kitab Lupa dan Gelak Tawa karya Milan Kundera; dan sederet rak Basa Basi juga Divapress yang amat menarik dibawa pulang, sebab dari buku-buku itu berharga miring mulai dari 20 ribuan hingga 70 ribuan, mulai bisa membayangkan betapa menariknya untuk menjadi bahan bacaan selama setengah tahun mendatang?
Meski sudah berderet rak buku berbau nikmat nan original, masih ada stand yang menyediakan buku kw alias kwalitas tiruan yang berarti tiruan dengan harga memang amat miring. Sangat disesalkan masih ada stand seperti ini, padahal dengan begini hidup para penulis semakin terpuruk. Sebab, dari informasi yang saya dapat, setiap penulis hanya mendapat royalti buku sebesar 5-10% dari harga tiap buku. Artinya bila buku dijual dengan harga 50 ribu, maka penulis memperoleh 5 ribu per eksemplar. Bayangkan bila ia baru menulis satu buku dan langsung best seller, namun jatah rejekinya diambil orang-orang tak bertanggung jawab semacam ini.
Memang banyak faktor, mengapa para pembaca memilih membeli buku kategori bajakan ini. Faktor itu antara lain kemampuan ekonomi yang masih memilah dan memilih barang tertentu sesuai prioritas kebutuhan dan keinginan setiap orang. Sebab dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pendapatan rata-rata orang Indonesia pada tahun 2016 sebesar 47 Juta per tahun atau artinya tiap orang memiliki 4 Juta per bulan.
Bisa dikatakan, semakin beragam pilihan hiburan masyarakat, menonton bioskop, travelling, membeli gadget dan barang elektronik. Pilihan membeli buku menjadi pilihan kesekian bagi sebagian orang, ini diungkapkan Pandji Pragiwaksono dalam bukunya, Indiepreneur. Tentunya inilah yang bisa menjadi tantangan sekaligus pekerjaan rumah para kreator untuk mempublikasikan karyanya di ranah publik. Bagi Pandji, melawan pembajakan tak bisa dilakukan dengan mengatakan STOP PEMBAJAKAN dan melaporkan para pembajak ke pihak keamanan, namun naluri gratisan penikmat karya yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana promosi dan menenggak keuntungan lebih, salah satunya melalui media sosial dan serangkaian strategi, baca aja buku Pandji ya buat lebih lengkapnya, hehehe.
“Saya sedang mencari buku pendidikan, dan amat penting membantu studi saya, terlebih lagi bila dilihat, sedikit buku bajakan,” ujar Rahayu, Mahasiswi yang kru lpmalmizan.com temui. Namun, ia juga menyayangkan buku yang tersedia lebih sedikit ketimbang tahun lalu, terlebih lagi buku mengenai pendidikan.
Fatoni Prabowo Habibi