Selasa (09/2) pukul dua siang kemarin, saya tiba di tempat berkumpulnya para orang baik. Yakni dapur umum yang bertempat di Stadion Hoegeng Pekalongan. Sudah sejak Sabtu (06/02/2021) atau tepatnya empat hari lalu dapur lapangan ini didirikan. Adanya dapur lapangan ini merupakan wujud dari kepedulian beberapa elemen masyarakat kepada mereka yang menjadi korban banjir. Beberapa elemen tersebut diantaranya, Komunitas Pekalongan Tanggap, Tim Batalyon B Pelopor Satbrimob Polda Jawa Tengah, Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekalongan, serta Tim Search And Rescue (SAR) Kota Pekalongan.
Selain beberapa tim di atas, rupanya di dalam dapur lapangan tersebut terdapat pula pihak lain yang ikut membantu. Yakni para relawan, sebutan yang sesuai untuk mereka, para orang baik. Bagaimana tidak? Mereka dengan sukarela bersedia mengorbankan waktu dan tenaga tanpa mengharap imbalan. Membantu sesama yang tengah tertimpa bencana alam banjir.
Begitu tiba di sana, saya merasa tertegun. Melihat seorang bapak yang gagah dan berbadan kekar sedang menggenggam spatula panjang sambil berdiri. Ketika saya hampiri, rupanya bapak tersebut sedang menanak nasi di sebuah kuali besar. Selang beberapa waktu, muncul kepulan asap dari kuali yang menandakan kalau nasi segera masak. Sementara itu di bagian lain, sebuah meja berbentuk persegi panjang dikelilingi para pemuda. Tampak tangan-tangan mereka dengan cekatan membungkus nasi.
Melihat hal tersebut, saya merasa terdorong ingin membantu. Meskipun awalnya saya sempat merasa bingung bagaimana cara membungkus nasi karena sebelumnya belum pernah melakukannya. Seseorang di samping saya langsung memperlihatkan bagaimana cara membungkus nasi karena melihat saya kesusahan. Saya mengikuti arahan orang tersebut dan akhirnya saya bisa membungkus nasi. Kegiatan membungkus nasi berlangsung secara cepat dan teratur. Ada yang mengambilkan nasi, ada yang menaruh telor, dan ada yang menaruh sayuran. Semua orang di sana benar-benar cekatan karena mengejar waktu agar segera selesai.
Dalam sebungkus nasi yang akan dibagikan, diusahakan terpenuhi kandungan protein dan serat yang dibutuhkan oleh tubuh. Seperti halnya siang tadi, dalam sebungkus nasi terdapat lauk telur ayam yang mampu memenuhi kebutuhan protein dan sayuran seperti wortel, kubis serta sawi sehingga mampu memenuhi kebutuhan serat harian bagi tubuh. Kegiatan memasak ini dilakukan setiap hari guna mendukung asupan nutrisi bagi korban banjir. Asupan nutrisi yang bergizi dan berkualitas sangat penting bagi para korban banjir agar tubuh tetap sehat dan bugar.
“Misi saya di dapur umum atau dapur lapangan ini adalah memasak guna menyuplai makanan bagi para korban banjir di wilayah Pekalongan. Setiap hari memasak paling sedikit untuk 1800 nasi bungkus dalam satu kali makan,” jelas Suwarto, pangkat III jabatan di Pasilog Brimob Batalyon B Kalibanger. Beliau dipercayai untuk membawahi dapur lapangan tersebut. Suwarto menambahkan bahwa nasi bungkus tersebut disalurkan untuk kurang lebih 40 tempat pengungsian di wilayah Pekalongan. Dalam setiap harinya dapur lapangan ini menyediakan dua kali makan dalam sehari, yaitu makan siang dan makan malam. Jam operasional memulai memasak dimulai pukul setengah sembilan pagi.
Selama jam operasional di dapur lapangan berlangsung, kegiatan masak-memasak terus berjalan hingga selesainya kebutuhan makanan untuk para korban banjir. Semua orang di sana tidak ada yang bersantai, semua turut membantu memasak dan membungkus makanan. Tidak memandang pangkat atau golongan, semua bekerjasama dengan satu tujuan agar dapat menyediakan makanan bagi korban banjir. Para relawan terus berdatangan silih berganti. Seolah ada pembagian waktu sebagaimana karyawan di perusahaan industri atau pabrik yang berganti jam kerja.
Ketika makan siang sudah tersalurkan semua, kemudian dilanjutkan memasak makan malam. Tidak berbeda dengan menu makan siang, kebutuhan gizi dan protein juga harus terpenuhi. Pilihan lauk untuk makan malam nanti adalah telur ayam dan mie goreng. Entah mengapa harus telur ayam lagi, kemungkinan karena telur ayam praktis dimasak serta memiliki kandungan gizi dan protein yang baik untuk tubuh. Ratusan telur ayam dipecahkan dalam satu wadah besar untuk kemudian digoreng. Ratusan bungkus mie instan ikut dihancurkan untuk selanjutnya dimasak. Proses memasak makan malam tidak berlangsung lama, karena banyaknya tangan-tangan ringan yang mengerjakannya.
Salah satunya yaitu Taufik Adi Kurniawan, salah satu relawan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Pekalongan yang sejak pukul setengah dua siang sudah berada di dapur lapangan. “Saya hanya membantu membungkus nasi, karena hanya itu yang memang bisa saya lakukan. Jadi saya hanya membantu tenaga semampunya saja. Walau begitu, bagi saya tidak semua orang mampu menyalurkan bantuan tenaga seperti ini karena kesibukan masing-masing,” ujarnya.
Bau harum masakan sudah mulai tercium sebelum langit mulai gelap. Menandakan bahwa lauk pauk sudah masak dan siap dibungkus dengan nasi. Sebungkus nasi untuk makan malam yang tentunya akan sangat mengenyangkan dengan nasi dan mie goreng, yang mana keduanya sama-sama mengandung karbohidrat. Bukan hal yang aneh bagi masyarakat Indonesia ketika mie dijadikan sebagai lauk karena anggapan bahwa nasi menjadi makanan utama. Bahkan, sampai ada pepatah yang dianut masyarakat yang berbunyi, “belum makan kalau belum makan nasi”. Hal ini memang menjadi harapan semua tim agar sebungkus nasi tersebut dapat mengenyangkan perut para korban banjir dan jangan sampai mereka merasa kelaparan.
Diperkirakan operasional dapur lapangan ini akan berlangsung sampai 15 Februari 2021, jika banjir di wilayah Pekalongan sudah mulai surut. Namun apabila kondisi banjir belum surut, maka operasionalnya akan tetap dilanjutkan. Ditutupnya dapur lapangan ini menjadi doa dan harapan bagi semua orang karena dengan begitu, artinya bencana banjir yang melanda beberapa wilayah di Pekalongan telah usai. Tentu tidak ada yang menyenangi kondisi seperti ini, namun segala kejadian akan ada sisi positif dan hikmah yang dapat diambil. Misalnya saja di dapur umum lapangan ini, nampak semua pihak tidak memandang pangkat, jabatan, golongan dan latar belakang saling bekerjasama. Semua bertindak untuk turun dengan rasa kepedulian terhadap sesama dan tanpa keterpaksaan dari pihak manapun. Jika bukan pada kondisi seperti ini, akankah hal itu dapat dijumpai? Tentu tidak, karena semua akan kembali kepada aktivitas sehari-hari bila bencana banjir sudah usai dan kehidupan kembali normal.
editor: Rofita Ningsih