Seminar Nasional dengan tema “Prospek dan Tantangan Sarjana Hukum bagi Alumni Fakultas Syariah” serta Penandatanganan Perjanjian Kerjasama pada hari selasa (19/9) berhasil terlaksana dengan sukses.
Dalam seminar tersebut dihadirkan narasumber yang sangat luar biasa yaitu Dr. A. Mukti Arto, S.H, M.Hum (Hakim Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia) serta Drs. H. Eman Sulaiman, M.H (DPP Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI)).
Seminar yang diadakan oleh dekanat Fakultas Syariah ini dihadiri oleh dosen-dosen Fakultas Syariah serta pejabat-pejabat tinggi seperti Ketua Pengadilan Agama, Ketua Pengadilan negeri, Kepala Kemenag, Kepala KUA, Ketua PERADI, serta Ketua APSI se-eks karisidenan Pekalongan. Seminar ini juga ditujukan untuk seluruh mahasiswa Fakultas Syariah di IAIN Pekalongan.
Lulusan Fakultas Syariah sekarang sudah menggunakan gelar Sarjana Hukum. Gelar itu penting untuk bekerja di sektor formal. Bahkan gelar menentukan tinggi rendahnya jabatan serta banyak sedikitnya gaji. Semakin tinggi gelarnya maka semakin tinggi pula jabatannya. Akan tetapi disisi lain, untuk bekerja di sektor non formal seperti pedagang, politisi, artis, olahragawan gelar itu tidak penting. Bahkan banyak pedagang-pedagang besar yang tidak memiliki gelar. Mereka hanya lulusan SD – SMP.
Namun sebenarnya gelar itu sangatlah urgen karena dapat mengangkat status sosial seseorang serta menjadikan seseorang semakin percaya diri. Didalam masyarakat mayoritas orang yang memiliki gelar pasti disegani dan dihormati oleh banyak orang. Berbeda dengan yang tidak memiliki gelar. Memiliki gelar juga membuka peluang untuk memperoleh pekerjaan dan jabatan tertentu. Tentunya juga wawasannya lebih luas daripada orang yang tidak memiliki gelar.
Tentang pergantian gelar ini, didalam Pasal 21 ayat 7 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas jo Pasal 23 UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, mengatur bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar akademik vokasi dan profesional akan diatur dalam Peraturan Pemerintah”. Namun hingga sekarang Peraturan Pemerintah yang mengatur secara khusus mengenai gelar akademik belum ada. Sehingga kemudian diatur oleh kementrian masing-masing.
Dahulu sebelum tahun 1993 gelar untuk lulusan fakultas syariah bagi laki-laki adalah Drs. Sedangkan untuk perempuan adalah Dra. Kemudian setelah keluar keputusan Mendikbud No. 36 Tahun 1993 baik laki-laki maupun perempuan gelarnya adalah S.Ag. sejak Dirjennya Prof Qadri Azizy, gelarnya berubah lagi menjadi SHI. Lalu berdasarkan Permenag No. 36 Tahun 2009 gelar untuk lulusan fakultas syariah adalah S.Sy.
Gelar ini kontroversi sehingga banyak dilanggar oleh PTAI dengan tetap memakai gelar SHI. Setelah itu dengan berbagai upaya serta perjuangan dari berbagai pihak dari dosen maupun aktivis mahasiswa akhirnya lulusan fakultas syariah dapat menyandang gelar SH sehingga setara dengan lulusan fakultas hukum yang umum karena pada hakikatnya syariah adalah hukum.
Bahkan menurut Drs. H. Eman Sulaiman, MH., lulusan Fakultas Syariah lebih berkompeten daripada lulusan Fakultas Hukum. Karena yang dipelajari pada Fakultas Hukum hanyalah ilmu hukum yang bersifat umum. Sedangkan pada Fakultas Syariah dipelajari semuanya baik ilmu hukum yang umum maupun hukum Islam.
Dengan beralihnya gelar S.Sy menjadi S.H, alumni Fakultas Syariah memiliki peluang yang lebih besar untuk meniti karir pada profesi penegak hukum. Syarat untuk menjadi penegak hukum (Jaksa, Hakim PU, PM dan PTUN, Notaris) dalam Undang-Undang harus Sarjana Hukum (SH).
Gelar S.H dan alumni fakultas syariah juga memiliki tantangan baik eksternal maupun internal. Tantangan eksternalnya adalah kurangnya apresiasi terhadap alumni syariah sebagai ahli hukum. Masyarakat masih menganggap bahwa alumni syariah itu hanya berkompeten dibidang agama. Padahal syariah itu sebenarnya faknya hukum. Sedangkan tantangan internalnya adalah lemahnya alumni syariah dalam bersaing dengan alumni fakultas hukum.
Kebanyakan alumni fakultas syariah canggung dalam memposisikan dirinya saat berhadapan dengan alumni fakultas hukum. Misalnya saja setelah lulus mereka lebih memilih mendaftar di Pengadilan Agama, bukan di Pengadilan Negeri. Padahal gelar mereka sudah S.H.
Alumni syariah kurang memahami ilmu hukum sehingga kurang mampu bersaing dengan alumni fakultas hukum dan tidak dapat mengartikulasikan gagasan-gagasan hukum Islam dengan baik dalam proses pembangunan hukum nasional. Oleh karena itu,pejuang Hukum Islam di Indonesia sejak Indonesia merdeka adalah para sarjana hukum yang fanatik dengan hukum Islam, bukan sarjana syariah. Bahkan sarjana syariah cenderung liberal.
Alumni syariah pada umumnya tidak memiliki keberanian dan self confidence untuk memasuki dunia profesi penegak hukum. Hal ini antara lain terbukti bahwa meskipun UU No. 18 Tahun 2003 tentang advokat telah berusia 14 tahun dan mengakomodir sarjana syariah untuk menjadi advokat, tapi ternyata belum banyak menarik minat dan keberanian sarjana syariah. Sehingga jumlah advokad syariah masih sedikit. Padahal saat ini era kemudahan menjadi advokat.
Melihat peristiwa-peristiwa tersebut, perlu sebuah upaya dalam menyikapinya seperti meningkatkan kompetensi ilmu hukum bagi lulusan alumni syariah denganjalan memperkuat kurikulum pada masa kuliah ilmu hukum. Sehingga alumni Fakultas Syariah dapat diapresiasi secara equal dengan alumni fakultas hukum.
Kemudian kita perlu mereformasi pendidikan tinggi hukum tidak terkecuali di Fakultas Syariah yang harus ikut berperan serta dalam pembaharuan hukum nasional dan menyiapkan SDM yang bukan hanya mampu secara profesional di bidang hukum yang bersifat normatif saja, tetapi juga mendidik mental dan moralitas para calon penegak hukum.
Selanjutnya melakukan sosialisasi dan advokasi ke berbagai pihak terutama pemerintah atau negara bahwa alumni syariah sekarang sudah bergelar SH dan equal dengan fakultas hukum sehingga berkompetensi menjadi penegak hukum serta menanamkan sikap percaya diri kepada mahasiswa fakultas syariah dan perlu diyakinkan bahwa mempelajari hukum umum bagi mahasiswa syariah jauh lebih mudah dibandingkan dengan mahasiswa fakultas hukum mempelajari hukum islam.
Ana Fitra Rozmi