Fenomena hijrah dikalangan muslim belakangan ini menjadi pembahasan yang menarik. Kebanyakan mereka mengartikan istilah hijrah dengan berusaha mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik, taat dan bertaqwa. Menurut sebagaian pendapat yang demikian disebut tobat bukan hijrah. Lantas bagaimana makna hijrah sebenarnya? Hijrah Secara bahasa bermakna meninggalkan sesuatu untuk untuk menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. Sementara Kata “hijrah” dalam kamus bahasa Arab Lisanu al-‘Arab karya Ibnu Mandur diartikan dengan “keluar dari satu tempat lain” (al-khuruj min ardl). dalam lintas sejarah imigrasi Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah disebut dengan “hijrah” karena Nabi meninggalkan Mekkah, dalam arti keluar darinya, berpindah menuju Madinah, yakni keluar dari satu wilayah ke wilayah lain. Atau meninggalkan tempat yang tidak kondusif untuk berdakwah.
Khairul Anwar dalam tulisannya di Islami.co. menuturkan bahwa Dalam Al-Qur’an kata Hijrah dengan beragam derivasinya disebut sebanyak 31 kali. misalnya dalam surat An-Nisa ayat 34 yang menjelaskan tentang istri yang membangkang terhadap janji atau kesepakatan didalam pernikahan disebutkan “wahjuruhum fi al madlaji”, (tinggalkanlah mereka ditempat tidur), “wa-hujru” derivasi dari kata “ha-ja-ra” dalam ayat ini berarti “meninggalkan” istri yang berperilaku buruk, yakni menyalahi aturan. Keburukan disini bukan dilakukan oleh suami yang diperintahkan untuk “hijrah”, tapi istri yang ditinggalkan.
Contoh lain yang ia tulis adalah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah; 218, Ali Imran:190, al-Anfal:72 dan lainnya yang disebutkan “al-ladzina hajaru” (orang-orang yang berhijrah), kata “hajaru” digunakan untuk menunjukan makna para sahabat nabi Muhammad saw yang meninggalkan Mekkah karena diusir atau menghindari kezaliman penduduknya. Keburukan disini bukan dilakukan oleh nabi Muhammad dan para sahhabatnya yang hijrah, melainkan berada “di” dan datang “dari” luar, yakni orang-orang kafir Mekkah.
Dari kedua contoh diatas jelas terlihat bahwa Khairul Anwar menguraikan makna hijrah dalam Al-Qur’an dari segi kebahasaanya. Yakni meninggalkan sesuatu (orang atau keadaan buruk). Keburukan disini bukan berada pada orang yang melakukan hijrah, melainkan berada diluar dirinya, baik itu seseorang atau masyarakat
Hijrah ditinjau dari pendapat tokoh gender Indonesia juga selaku dosen Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta, Nur Rofi’ah, bil. Uzm. Menjelasakan hijrah adalah berpindah dari keadaan yang semula buruk menjadi keadaan yang baik, dari kondisi yang sudah baik menjadi kondisi yang lebih baik. Sehingga hijrah menjadi proses terus menerus untuk memperbaiki diri, memperbaiki cara berpikir, berucap serta bersikap.
Dalam berhijrah menurut Nur Rafi’ah adalah tentang bagaimana menjadi hamba yang baik dalam pandangan Allah, dan manusia serta alam sekitarnya. Berhijrah diwujudkan dengan gemar berbuat kebaikan kepada diri sendiri dan orang lain juga lingkungan di sepanjang hayatnya. Beliau mencontohkan “sebagai murid misalnya, berhijrah mungkin yang tadinya badung berusaha menjadi murid yang terus membaik. Sebagai guru, yang tadinya galak banget, dia terus menerus memperbaiki diri”. Penjelasan tokoh ini menunjukan adanya perkembangan makna hijrah dari makna kebahasaanya. Hal tersebut rupanya lebih dikenal di berbagai kalangan. Sehingga munculah gerakan berhijrah di berbagai media sosial.
Gerakan pemuda hijrah, salah satu penggerak dakwah remaja yang menggunakan youtube sebagai media penyampaian dakwah. Pada tanggal 2 Agustus 2017 pemuda hijrah mulai menggunakan youtube sebagai media dakwah. Ustadz Hanan Attaki, selaku founder gerakan pemuda hijrah namanya cukup popular pada kalangan muda, pada akun instagram pribadi @hanan_attaki memiliki followers 3.9 juta, dan pada akun @pemudahijrah memiliki followers mencapai 1.7 juta, pada chanel youtube pemuda hijrah memiliki 164.967 subscribers dengan total 91 video yang telah diunggah.
Data yang telah dipaparkan diatas merupakan awal diamana hijrah menjadi trending topik saat itu. Yakni Sekitar tahun 2016-an, dimana hijrah Menjadi obrolan popular di berbagai kalangan baik anak-anak muda, selebritis hingga orang biasa, bahkan teman dekat dan saudara kita. Adapun sekarang ini di era milenial dan serba digital tidak dipungkiri lagi, bahwa lebih banyak akun-akun mengatasnamakan hijrah yang bermunculan di media sosial, terlebih dalam aplikasi instagram.
Pemahaman kata hijrah di kebanyakan kalangan muslim yang terbawa dalam arus trend hijrah adalah menerjemahkannya dengan perpindahan dari diri yang buruk menjadi pribadi yang lebih baik, dengan berproses terus menerus sepanjang hayat.. Hal tersebut berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap 4 mahasiswa perguruan tinggi Islam dan melihat berbagai akun mengatasnamakan hijrah di berbagai media sosial. Dari itu jelaslah bahwa pemahaman tersebut mengambil pada perkembangan makna hijrah seperti yang dipaparkan oleh Nur Rafi’ah diatas. Juga didukung pendapat Raghib Al-Isfahani pakar leksiografi al-Qur’an bahwa hijrah mengandung pengertian meninggalkan syahwat, akhlak buruk, dan dosa-dosa menuju kebaikan dan kemaslahatan (al-Ankabut, 29).
Meski demikian pemahaman diatas ditentang oleh para muslim lain yang berpegang pada makna hijrah dari kebahasaanya. Mereka mengatkan bahwa dalam ajaran Islam, praktik seperti itu bukan disebut hijrah, melainkan tobat. Pendapatnya didasarkan pada Q.S. an-Nisa: 17 yang menyatakan bahwa orang yang melakukan perbuatan buruk atau maksiat lalu bertaubat kepada Allah maka Allah akan menerima taubatnya. Dan Bagi mereka hijrah dalam al-Qur’an digunakan sebagaimana makana kebahasannya. yaitu meninggalkan sesuatu (orang atau keadaan buruk). Keburukan disini bukan berada pada orang yang melakukan hijrah, melainkan berada diluar dirinya, baik itu seseorang atau masyarakat.
Ada juga orang barat yang memaknai kata hijrah. Biasanya mereka menerjemahkannya dengan istilah flight, padahal flight itu secara implisit mengandung artian yang negatif karena konotasi katanya berarti melarikan diri. Maka pemahaman hijrah tersebut banyak dikritik oleh kalangan orang muslim, karena tidak sesuai dengan substansi Hijrah Rasulullah. Dengan berimigrasi dari Mekkah ke Madinah, Nabi Muhammad tidak bermaksud melarikan diri, akan tetapi memang ada perintah pindah, jadi bukan atas kemauman sendiri melainkan atas petunjuk dari Allah swt. Biasanya mereka yang menganggap hijrah hanya dengan bercadar, berhijab, berjubah, dan berjenggot.
Dari uraian diatas kirnya dapat disimpulkan bahwa Ada tiga tipe pemahaman makna hijrah dikalangan muslim milenial, yang pertama adalah mereka yang memaknainya dari segi kebahsaanya bahwa hijrah adalah meninggalkan sesuatu (orang atau keadaan buruk). Keburukan disini bukan berada pada orang yang melakukan hijrah, melainkan berada diluar dirinya, baik itu seseorang atau masyarakat. Kedua perpindahan dari diri yang buruk menjadi pribadi yang lebih baik, dengan berproses terus menrus sepanjang hayat. Ketiga pemahaman hijrah oleh orang barat yakni sebagai flight atau melarikan diri dimana pemahaman ini mendapat kritikan dari orang Islam.
Trend berhijrah di Indonesia dalam media sosial muncul sejak tahun 2016-an. Muslim milenial yang sudah tergandrungi oleh gadet akibat perkembangan tekhnologi yang cepat dan sulit terbendung lagi, kebanyakan Mereka memanfaatkan media diinternet untuk mengakses informasi perihal keagamaan untuk kebutuhan rohanimya. Hal tersebut didukung dengan banyaknya akun-akun yang mengatasnamakan hijrah di berbagai fitur aplikasi internet, seperti youtube, facebook, yahoo, messager, twitter instagram dan jejaring sosial lainya yang aktif memposting tetek bengek tentang hijrah. Dari situlah pemahaman tentang hijrah mereka dapatkan. Dari sini suatu komunitas kerap kali membenarkan apa yang difahaminya saja tanpa mentolelir pemahaman makna dari komunitas lain. Bahkan cenderung menyalahkaknya Padahal menurut Husein Muhammad, “mengharap semua orang senang dengan pikiranmu adalah utopis. Keragaman oikiran adalah keniscayaan yang Indah.
Penulis: Musfirotun