Apa yang ada di pikiran anda ketika seorang ibu mampu melahirkan hingga 22 anak? Wow, fantastis bukan? Kalau bisa dikatakan, itu mampu membentuk dua kesebelasan sepak bola. Hehehe.
Ia adalah Halimah seorang ibu yang berusia sekitar 53 tahun, karena ketika ditemui crew LPM Al Mizan ia hanya menaksir umurnya melalui tahun kelahirannya. Halimah mengaku telah melahirkan 22 anak, namun sekarang yang tersisa atau bisa dikatakan masih hidup hanya 18 orang, dengan 9 laki-laki dan sisanya 9 orang perempuan. 4 buah hati yang lain telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
Halimah dan suaminya, Mas’ud mengaku sering hidup nomaden alias berpindah-pindah, terkadang di Alas Roban, Jakarta, dan bahkan terbang ke Bali. Ketika di Bali kedua pasangan subur ini memiliki sekitar 9 anak, di Bali mempunyai 2 anak, kembali ke Pekalongan menjadi 4 anak, lalu kembali ke Bali menjadi 7 anak, dan pulang ke Pekalongan tambah satu anak lagi, hingga terakhir kembali lagi ke Bali menambah 1 anak lagi. Begitulah, ujar Halimah kala berbincang dengan crew LPM Al Mizan di teras rumahnya yang terletak di Jl. Pelita III Kelurahan Jenggot, Buaran, Pekalongan Selatan.
Saat ditemui crew LPM Al Mizan, Halimah nampak sumringah, karena menurutnya jika ada orang yang datang, dia dan anak-anaknya itu dianggap ada oleh masyarakat. Kabar mengenai Halimah sudah mencuat sejak lama, bahkan Halimah dan Mas’ud sudah berkali-kali memenuhi undangan dari pihak media termasuk pertelevisian.
Sejauh ini mereka berkelana, sempat di tawari beberapa pihak termasuk para wartawan dari Cina, untuk pergi ke Taiwan. Mereka diundang pada sebuah acara global warning ketika bermukim di Bali. Bahkan dari pihak Cina sendiri menjanjikan akan memfasilitasi anaknya, jika anak dua sejoli ini menembus angka 22. Hal itu sebenarnya berhasil, tapi sayangnya hanya 18 yang hidup.
Soal keribetan dalam mengurus anak “se-RT” itu Mas’ud mengaku sangat kerepotan, namun hal itu imbuhnya, sudah hilang dalam sekejap ketika sebagian anaknya sudah mampu bekerja bahkan mampu menghidupi Mas’ud dan Halimah, serta adik-adiknya.
Halimah juga mengaku biaya hidup yang ia tanggung juga tidak begitu berat, karena setiap minggunya anak-anaknya yang sudah bekerja mampu mengirimkan uang. Memang ketika masih kecil itu biaya hidup sangat sulit, tapi beruntungnya pemerintah mau memberikan sumbangsih yang layak, tak hanya itu, ada juga orang-orang yang bisa disebut ‘donatur’ turut dalam menghidupi keluarga ini.
Sekarang yang masih terlihat bermain-main di rumah hanya beberapa anak saja, terlihat wajah mereka yang berseri-seri, bermain lepas di sekitar rumah yang kebetulan juga dekat dengan Mushola. Walaupun saat itu crew LPM Al Mizan menjumpai sang ayah, Mas’ud tengah menggertak anaknya yang tidak menurut pada perintahnya. “Anak harus dikerasi,” ungkapnya.
Mas’ud menambahkan bahwa yang penting itu pendidikan bagi anak. Perkataan Mas’ud ini tidak hanya omong kosong belaka, tapi sudah diwujudkannya. Terbukti semua anaknya sudah menerima pendidikan yang mumpuni. Walaupun rata-rata hanya lulusan SMA, namun pendidikan yang lengkap menjadi prioritas Mas’ud, dari mulai pendidikan formal, Pesantren, Madrasah Diniyah, hingga ngaji malam selalu menjadi senjata Mas’ud untuk memberikan pendidikan anaknya.
Nampaknya semangat anak-anaknya untuk menuntut ilmu dan mengaji berasal dari Mas’ud dan Halimah. Keduanya tak hanya sekedar menyuruh, namun Halimah juga menuturkan mereka turut mengaji ketika sore.
“Karena saya mampu mbatik, ya saya ajarkan mbatik pada anak-anak saya,”
Tak hanya pendidikan agama yang selalu diprioritaskan Mas’ud. Tapi kemampuannya dalam mengolah kain menjadi karya seni warisan nenek moyang kota Pekalongan, berupa batik juga diturunkan kepada anak-anaknya. “Karena saya mampu mbatik, ya saya ajarkan mbatik pada anak-anak saya,” begitu kiranya yang diutarakan Mas’ud kepada crew LPM Al Mizan saat ditemui di sore yang gerimis, Senin, 6 Maret 2017 kemarin.
Sebenarnya Halimah, istri Mas’ud telah ditekan beberapa pihak untuk melakukan sterilisasi kandungan. Namun, berkali-kali pula mereka menolak dengan mentah. Hingga suatu saat Mas’ud sang suami menerimanya, dan akhirnya Halimah sanggup dibawa ke ruang operasi untuk disterilkan. Sayangnya, Allah berkehendak lain, Halimah tidak jadi disterilkan.
Saat itu Halimah mengaku kalau di ruang operasi, dirinya sempat menolak untuk disterilkan, dan dokter pun tak mau melanjutkan proses sterilisasi kandungan Halimah, karena pasien menolak. Diakhir, Mas’ud sempat mengomentari ucapan yang sering mampir ditelinganya.
“Dulu orang-orang menghina saya, buat apa banyak anak? Meh arep dikai pangan opo anak-anakmu! (Mau diberi makanan apa anak-anakmu!) Sekarang justru terbalik, mereka yang meniru saya,” ucap laki-laki berusia 65 tahun itu menutup pertemuan singkat ini.
Penulis : Muhammad Arsyad