Terik matahari siang di akhir Agustus begitu menyengat, hingga jok-jok sepeda motor yang terparkir di halaman Graha Mahasiswa IAIN Pekalongan seperti hampir mendidih dibuatnya. Siang itu, Rabu (29/8) seorang mahasiswi bernama Ajeng berjalan menuju sekre UKM LDK Al-Fattah yang terletak di lantai satu gedung Graha Mahasiswa. Ajeng merupakan ketua UKM LDK Al-Fattah periode 2018. Sebagai seorang aktivis, sudah selayaknya Ajeng mendatangi Graha Mahasiswa kapan saja. Tetapi kedatangannya saat itu karena ada maksud dan tujuan yang berbeda dari biasanya. Ajeng bersama dengan pengurus dan beberapa orang majelis penasihat organisasi (MPO) akan melakukan tabayyun dengan DEMA Institut.
Tabayyun yang akan mereka lakukan merupakan suatu bentuk respon dari kejadian pada Minggu (26/8). Dimana akun instagram DEMA Institut, yakni @demaiainpekalongan pada saat itu membuat sebuah instastory berupa himbauan kepada mahasiswa baru agar berkonsultasi terlebih dahulu dengan DEMA sebelum mengikuti organisasi. Menurut DEMA, konsultasi ini dimaksudkan agar mahasiswa baru tidak terjerumus ke dalam organisasi yang berfaham radikal.
Sekilas tidak ada yang salah dengan status itu. Karena memang pihak kampus sedang gencar-gencarnya melakukan pengawasan terhadap mahasiswa. Tujuannya agar mahasiswa tidak terperangkap ke dalam organisasi yang berpaham radikal. Namun yang menjadi masalah adalah setelah munculnya instastory tersebut. Terdapat salah seorang mahasiswa IAIN yang membalas dengan menanyakan organisasi apa saja yang radikal. Kemudian pihak DEMA menjawab bahwa organisasi berfaham radikal yang dimaksud seperti LDK dan KAMMI.
Balasan pesan itu lalu discreenshoot dan disebarluaskan oleh si penanya yang sampai saat ini belum dapat dilacak. Akibatnya berujung pada kasus pencemaran nama baik organisasi. Pihak KAMMI dan LDK merasa dirugikan atas kejadian tersebut. Sebab dari screnshootan yang sudah menyebar itu bisa memengaruhi mindset mahasiswa IAIN baik mahasiswa baru maupun mahasiswa lama tentang organisasi tersebut.
Menanggapi hal ini, Ajeng membenarkan ungkapan Prof. Azyumardi Azra tentang LDK yang merupakan organisasi radikal. “Akan tetapi, menurutnya LDK itu satu pintu yang berfungsi ganda. Yakni dapat menjadi pintu masuknya radikalisme dan juga dapat menjadi pintu untuk membendung radikalisme” tambahnya.
Pihak UKM LDK Al-Fattah beserta Pembina sudah sepakat bahwa UKM LDK Al-Fattah memiliki komitmen sebagai pintu pembendung radikalisme. Di sisi lain, pihak UKM LDK Al-Fattah juga sudah melaporkan ke forum komunikasi LDK (FSLDK) se Jawa Tengah guna menindaklanjuti kasus ini apabila nantinya tidak ada titik temu. “Ya kita sudah musyawarahkan juga dengan teman-teman FSLDK JaTeng karena di dalam chat itu kan mengatakan LDK dan KAMMI jadi otomatis tidak hanya UKM LDK Al-Fattah saja yang merasa dirugikan. Tapi ini kita mau tabayyunkan terlebih dahulu dengan DEMA. Ini juga atas arahan dari Pak Ali Muhtarom selaku Pembina,” tutur Iftitah yang merupakan dewan MPO UKM LDK Al-Fattah.
Setelah kedua belah pihak bertemu di kantor DEMA Institut, Nur Ikhsan Jamaludin selaku ketua DEMA menjelaskan perihal kasus yang mereka alami saat itu. Ikhsan mengatakan, harusnya yang paling bertanggung jawab atas kasus ini adalah orang yang menanyakan dan menyebarkan screenshoot tersebut. Karena publik tidak akan mengetahui masalah ini jika orang yang bersangkutan tidak menyebarkannya.
Kemudian dia juga mengungkapkan bahwa pihaknya tidak menemukan chat tersebut pada saat membuka akun @demaiainpekalongan pasca kabar itu merebak. “Kalo menurut saya ada kemungkinan anak yang bertanya itu langsung menghapus dan memblokir akun DEMA, karena waktu saya buka itu ngga ada DM seperti itu. Kan kelihatan sih kalau yg Screenshoot bukan pihak DEMA…,” pungkasnya.
Hingga saat ini, Oknum DEMA yang membalas chat tersebut dengan menyebutkan nama LDK dan KAMMI sebagai organisasi radikal juga belum bisa dilacak. Ikhsan berdalih bahwa yang memegang akun instagram DEMA bukan hanya dirinya saja, melainkan semua anggota DEMA Institut yang berjumlah 35 orang. Setiap anggota DEMA memegang akun instagram DEMA guna memudahkan mereka dalam menjalankan tugas pada mega proyek PBAK 2018 lalu.
Tetapi dengan alasan apapun DEMA Institut tetap harus meminta maaf atas kasus pencemaran nama baik ini. Mereka harus turut serta untuk mengembalikan nama baik kedua organisasi tersebut di hadapan publik. Sebab akun yang mencantumkan nama LDK dan KAMMI adalah akun resmi DEMA, bukan akun pribadi. Oleh karena itu, Ajeng dan anggota LDK yang lain mendesak DEMA untuk segera mengklarifikasi hal ini kepada publik. Namun Ikhsan mengaku masih perlu bertemu terlebih dahulu dengan Ali Muhtarom karena bagaimanapun juga urusan dengan LDK harus melalui Pembina. Dia masih menunggu Ali Muhtarom menghubungi kembali untuk membahas kembali hal ini.
“Intinya DEMA mengakui kalau LDK itu bukan radikal kan Mas?” tanya Ajeng yang kemudian dijawab langsung oleh Ikhsan. “Ya saya akui kalian bukan radikal. Kalau kalian radikal sudah pasti saya usir dari tadi Mbak. Sekarang ini saya masih nunggu ketemu pak Ali dulu baru nanti setelah itu kita ketemu lagi,” jelas Ikhsan.
Di sisi lain, DEMA Institut mengaku telah melakukan audiensi dengan pihak KAMMI untuk meminta maaf. “Saya sudah melakukan pertemuan langsung dengan KAMMI dan Ikatan Alumni KAMMI, saya mewakili DEMA Institut memohon maaf kepada KAMMI dan LDK atas perbuatan yang telah dilakukan oleh salah satu oknum DEMA,” jelas Ikhsan.
Pertemuan dengan KAMMI yang dilakukan pada Selasa (28/8) itu menghasilkan poin penting yang menegaskan bahwa DEMA bertanggung jawab atas kasus ini. Pertama, DEMA berjanji akan meminta maaf melalui akun instagram resmi DEMA. Kedua, DEMA akan memasang pamflet permintaan maaf di seluruh papan info di kampus IAIN Pekalongan. Ketiga, akan memasang iklan permohonan maaf di harian Radar Pekalongan maksimal hari Rabu yang akan datang. Sejauh ini, Minggu (2/9) janji pertama dan kedua sudah ditepati. DEMA sudah meminta maaf lewat akun media sosial resmi dan sudah memasang pamflet di papan info kampus sebagaimana dapat dilihat di papan info depan perpustakaan. Sedangkan untuk janji yang ketiga belum nampak adanya iklan permohonan maaf di Radar Pekalongan.
Reporter: Mei/Ozza