Awan menampakkan wajahnya yang begitu pucat, tetapi tidak mengurangi semangat kita untuk tetap pergi ke sekolah. Sekarang kita sedang duduk di kelas 12, waktu begitu cepat, hampir tiga tahun tak terasa kita akan segera meninggalkan sekolah ini. Waktu yang dibilang tak lama dan tidak cepat, aku biasa di sapa Nindi dan temanku Fira yang selalu menghabiskan waktu di sekolah bersama. Aku senang bisa di pertemukan teman humble seperti Fira, yang mau menerima dalam segala hal.
Hari senin sudah menghampiri saja, tetapi rasanya badan masih merayu untuk tidak bergerak. Tidak mungkin bisa terjadi karena waktu akan terus berjalan, aku harus bisa segera bergegas berangkat. Setelah aku selesai berkemas – kemas. Fira datang menghampiri dengan semangat dalam memanggil aku yang sedang sarapan.
“Assalamualaiku Nindi, Nindi, Nindi……” sambil berdiri di depan pintu.
“ Waalaikumsalam Fira, ayo masuk dulu sini, udah sarapan belum?” tanya ibu.
“ Sudah bu tadi…” sambil duduk.
“ Ayo berangkat yok.” Nindi langsung mengahampiri
“ Ayo.”
Fira hari ini tidak seperti biasanya, ada apa ya kira – kira? Setelah 10 menit sampai di jalan akhirnya sampai juga di sekolah. aku dan Fira langsung bergegas ke kelas. Rasanya hanya dua bulan saja pembelajaran berlangsung. Jujur dalam pandanganku aku belum punya pandangan apapun untuk kedepannnya. Berbeda dengan Fira mungkin dia udah mulai menata masa depannya yang dikemas dengan matang.
Tiba- tiba sampai di kelas banyak brosur pendaftaran perguruan tinggi, aku mulai suker dengan ini, karena aku merasa bingung bagaimana arah kehidupan selanjutnya. Sedangkan orang tua saja sepertinya tidak mendukung aku melanjutkan pendidikan. Tiba-tiba Fira menghampiriku.
“ Nin, kamu gak ambil brosur – brosur di depan?” sambil menunjukkan brosur.
“ Aku bingung Fir, sepertinya aku memilih untuk tidak menlanjutkan deh.”
“ Bingung kenapa?”
“ Jujur aku belum ada pandangan kemana – mana, ditambah orang tuaku tidak mendukung.”
“ Apa yang sekarang ada di pikiranmu juga tentang biaya?”
“ Iya itu salah satunya.”
“Sekarang masih banyak beasiswa yang bisa kamu dapatkan.”
Akhirnya Fira mengajak aku untuk ke depan mengambil brosur-brosur tersebut. Akhirnya Fira juga bercerita tentang rencananya, dia setelah lulus sekolah ini bebas memilih untuk melanjutkan pendidikannya dimana saja. Sehingga dia bersemangat akhir – akhir ini, setelah pembicaraan yang begitu lama akhirnya bel sekolah berbunyi dan kita bergegas untuk pulang.
Fira di jalan sempat mengajak aku untuk melanjutkan pendidikan bersama – sama, kita bisa berjuang bersama dari nol, kita cari perguruan tinggi yang bisa masuk dengan beasiswa jadi tidak mengkhawatirkan lagi biayanya. Tetapi aku harus membicarakan kepada orang tua, apakah mengizinkan atau sebaliknya.
Setelah percakapan yang panjang tak terasa sudah sampai di depan rumah. Setelah sampai rumah aku tidak berani membicarakan ini semua, takut respon orang tua tidak sepihak dengan ku. Dengan melihat latarbelakang keluarga yang begitu tidak mendukun tetapi aku harus mencoba.
“Bu, kira – kira kalau aku setelah ini kuliah bagaimana?” tanya ibu.
“Sebenarnya ibu mendukung kamu, tetapi dengan melihat ekonomi keluarga sekarang ibu tidak bisa berjanji bisa membiyaimu sampai akhir Nin.”
“Iya Bu, Nindi mengerti.”
“Sebaiknya kamu harus membantu ibu untuk membesarkan adik – adikmu sekolah.” Sambil memegang pundakku.
“ Iya bu tidak apa – apa, nindi juga harus mengerti bagaimana ibu susahnya membesarkan Nindi sampai sekarang tanpa bapak.”
Aku langsung tidak tahan, air mata akhirnya terus menetes, aku langsung masuk ke kamar karena aku tidak mungkin menunjukkan kesedihan di depan ibu. Setelah ini aku sudah harus bisa memutuskan bagaimana kedepannya aku. Sepertinya kerja adalah pilihan yang tepat untuk meneruskan semuanya.
****
Setelah ujian selesai waktu ke acara lulusan tidak begitu lama lagi, aku dan Fira mempunyai jalan sendiri untuk masa depan kita nantinya. Aku melanjutkan kerja dan Fira melanjutkan kuliah ke luar kota yang artinya kita akan jarang bertemu kembali.
“ Nanti jangan lupakan aku Fir ketika sudah mempunyai teman baru.”
“ Kebanyakan sih begitu ya Fir, hehehee…” ledekannya.
“ Kamu nyebelin banget ya sekarang.”
“ Tidak – tidak, aku tidak akan melupakanmu wahai teman baikku,” jawabnya.
Satu minggu kemudian acara kelulusan tiba, acaranya begitu khidmat sampai selesai. Aku dan Fira sepertinya ini bakal ketemu terakhir. Karena besok dia langsung berangkat luar kota untuk mempersiapakan segalanya disana. Rasanya sedih tetapi bagaimana lagi kita semua mempunyai pilihan masing – masing untuk kedepannya jadi sebagai seorang teman hanya bisa mensuport agar diberikan kesuksesan bersama – sama.
***
Tiga tahun berlalu, aku dengan segala usahaku bisa membantu orang tua untuk membesarkan adik – adikku sampai selesai. Tetapi berbeda dengan Fira dengan berbagai hantaman permasalahan yang kerap kali terjadi membuat fira cuti untuk tidak melanjutkan pendidikan karena finansial yang kurang. Fira akhirnya pulang untuk mencari pekerjaan untuk bisa melanjutkan pendidikan.
Aku sempat menawarkan Fira untuk kerja di tempatku karena pada saat ada lowongan pekerjaan tetapi takdir berkata lain ada orang lain yang lebih dulu melamar. Aku juga mencarikan kepada teman-temanku barangkali ada pekerjaan untuk Fira. Kemarin ada pekerjaan, ketika aku menghubungi fira ternyata sudah mendapatkannya sendiri. Ketika pulang bekerja Fira menghubungiku untuk bertemu di taman kota.
“Nin, aku rasanya tidak kuat lagi seperti ini, hidup dengan kondisi yang serba kekurangan dan keluarga yang sudah utuh lagi.”
“Fir, semua orang itu ada dalam masalahnya masing – masing, Tuhan tidak memberikan ujian melebihi batas kemampuannya, kamu kuat dan sabar lagi menjalani ini semua.”
“Bagaimana nanti jadinya kalau aku tidak lagi bisa melanjutkan ini semuanya Nin?”
“Jangan membayangkan apa yang belum terjadi, gunakan pikiran positifmu untuk bisa membangkitkan semangatmu.”
“Jalani, nikmati dan berdoa semoga kita diberikan kekuatan untuk menjalani masalah – masalah kita semua.”
Waktu berputar terasa begitu kilat, Fira harus pulang pergi ke luar kota karena tuntutan pendidikan dan pekerjaaannya. Semua orang mempunyai harapan yang baik untuk masa yang akan datang sehingga harus mengorbankan sebagian tenaga untuk bisa mewujudkan.
Pagi ini udara terasa dingin karena hujan turun dari pagi, tetapi aku tidak mengurangi semangatku untuk tetap melanjutkan kegiatan hari ini. seperti biasa sebelum berangkat kerja selalu sarapan bersama keluarga. Tiba – tiba ada notif masuk, segera saja aku buka handphone ternyata notif dari Fira. Rasanya agak lain pagi – pagi dia udah mengirim pesan, kira – kira dia mengirim notif apa, tanpa berlama – lama aku buka notif tersebut.
“ Terima kasih telah menjadi teman yang baik, doakan aku selalu ya.”
“Selalu Fir, btw ada apa nih kok ngirim pesan ginian?”
Setelah beberapa menit kemudian, notif Fira tidak muncul lagi, waktunya aku berangkat karena aku bisa terlambat kalau harus menunggu Fira membalas notifku lagi. Aku berangkat dengan jalan yang tidak kering karena hujan tadi pada lumayan deras. Setelah sampai di tempat kerja aku segera mengecek pekerjaanku hari ini.
Tak terasa matahari sudah muncul di sebelah barat. Ternyata hari ini sungguh luar biasa, biasanya aku bisa membuka handphone ketika waktu istirahat tetapi ini sam sekali tidak karena padatnya pekerjaaan yang harus di selesaikan. Setelah semuanya selesai aku segera membuka handphone barangkali Fira sudah membalas notif tadi pagi. Ternyata tidak sama sekali tetapi notif ibu berkali – kali masuk, aku segera berkemas langsung pulang takut terjadi apa – apa dirumah, di jalan di penuhi dengan perasaan gelisah.
“Asslamulaikum Ibu, Ibu,Ibu.”
“Waalaikumsalam Nindi, Fira Nindi.”
“ Fira kenapa Bu?”
“ Fira meninggalkan kita semua.”
“ Ndak mungkin bu, tadi pagi aja Fira menghubungi Nindi kok.”
“ Kamu segera ke rumah Fira saja.”
Tanpa berpikir panjang aku segera kerumah Fira, sampai di depan rumah banyak orang, kursi kursi tertata rapid dan bendera kuning berkibar. Rasanya tidak mungkin kalau Fira meninggalkan kita semua, aku segera masuk dan bertemu dengan ibu Fira ternyata benar. Selama ini Fira menyembunyikan sakitnya dari aku. Dia tidak ingin orang-orang dekatnya mengkhawatirkan dirinya. Air mata tak henti hentinya membasai kedua pipi sampai akhir pemakaman selesai. Sekarang hanya kenangan bersama Fira, tidak akan ada lagi teman seperti saudara seperti Fira, tidak ada teman berbagi kembali. Tetapi aku tidak boleh berlarut-larut dalam kepergian Fira karena manusia hakikatnya akan kembali ke asalnya.
Setiap manusia mempunyai pilihan kehidupan untuk masa depannya. Apapun yang terjadi sampai hari ini adalah bagian dari kehendak dari Sang Pencipta, manusia hanya berusaha untuk mewujudkan harapannya. Jika hari ini adalah kesulitan maka hari esok pasti ada kemudahan. Usahakan apa yang mampu diusahakan, titik puncaknya tetep Tuhan yang menentukan.
Penulis: Putik Intan Setiyani
Editor: Redaksi Al-Mizan