Senin kemarin (19/7) saya menerima pesan informasi dari WhatsApp Grub terkait vaksinasi yang akan diselenggarakan oleh IAIN Pekalongan. Ini merupakan vaksinasi ke tiga yang akan terselenggara di kampus yang mengusung konsep harmonisasi ilmu. Baru kali ini, mahasiswa mendapatkan jatah vaksin dari kampus. Namun , informasi yang agak diragukan. Karena tidak ada informasi resmi di akun sosial media maupun website kampus. Penyampaian informasi hanya melalui pesan teks yang disebarkan.
Berikut teks yang tersebar di WhatsApp dengan metode replay chat, yang saya dapat dari Grub Koordinasi Ormawa.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Yth. Para pengurus Ormawa, IAIN Pekalongan bekerjasama dengan OJK Tegal akan menyelenggarakan vaksinasi tahap III diperuntukkan bagi pegawai, dosen dan mahasiswa yg belum divaksinasi. Oleh karena itu, bagi yang berkenan divaksinasi silahkan mendaftar melalui google form paling lambat besok Selasa, 20 Juli 2021 Pukul 12.00 WIB. Trims 🙏
Dalam pesan tersebut disampaikan bahwa IAIN Pekalongan akan menggelar vaksinasi dengan menggandeng OJK Tegal. Namun tidak ada kejelasan siapa yang menyebarkan informasi pertama kali. Padahal dalam menyampaikan informasi sekelas institusi negeri harusnya tervalidasi tanpa harus membuat ragu penerima informasi. Ketika sebuah institusi akan melaksanakan kegiatan, agar kegiatan tersebut terkoordinasi dengan baik maka menggunakan komunikasi formal. Sudah hampir bener kok, hanya saja jika pesan direplay keformalan komunikasi itu bisa hilang.
Cukup dengan pesan teks?
Yakali, kalau memang sasaran vaksin hanya diperuntukkan dalam satu grub tersebut tidak masalah. Tapi informasi kemudian tersebar diberbagai grub, dengan metode replay chat. Alhasil, siapa sumber informasi pertama pun bisa saja terpotong. Ini lah yang sering diraguan terkait kesahihan informasi.
Misalkan dari grub A, di replay ke grub B, kemudian di replay lagi ke grub C. Disitulah pola komunikasi menjadi berkembang, namun realitanya seringkali orang mereplay chat tanpa memberitahukan sumber pesan. Disinilah keformalan komunikasi yang tujuannya untuk mengkoordinasi menjadi hilang.
Seminimnya, validitas informasi yang menggunakan pesan teks sebisa mungkin diberi nama terang dibagian akhir pesan. Siapa yang bertanggung jawab dalam agenda tersebut. Selain nama terang, juga bisa diberi Contac Person (CP). Jangan sebatas nama institusinya saja, agar penerima pesan ketika mendapatkan keraguan dapat mengkonfirmasi.
Selain itu, dalam penulisan pesan yang menggunakan komunikasi formal, harusnya memperhatikan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Nggak pas aja kalau pesan formal penulisannya disingakat. Susunan pesan informasi seminimnya ada pembuka, isi, dan penutup.
Formulir Pendaftaran yang Nyeleneh
Kemudian dikirimkan juga link pendaftaran dengan pesan yang terpisah dari pesan vaksinasi, menggunakan platform Google Formulir (G. Form). Tapi dalam G. Form tidak ada bukti penguat seperti deskripsi tentang kegiatan vaksinasi, ataupun pencantuman logo IAIN Pekalongan.
Sebagai Institusi sekelas negeri, pastinya memiliki berbagai struktural dalam menjalankan roda birokrasi. Dalam konteks vaksinasi seharusnya sudah mantap, dan terkonsep. Baik itu Administrasi, hingga agenda pelaksanaan. Namun, dalam administrasi vaksinasi ini link pendaftaranpun hanya sebatas dibuat saja terus disebarkan. Bagusnya sih linknya dikonsep juga menggunakan URL Shortener, seperti platform Bit.ly atau S.id. Sehingga informasinya juga menjadi rapih.
Kalu mau lebih rapih lagi gunakan juga website IAIN Pekalongan, sehingga seluruh civitas akademika IAIN Pekalongan yang ingin mendaftar vaksinasi bisa mengunjungi website kampus. Kampus juga lebih mudah dalam mendata civitas akademika yang sudah vaksin dalam satu pintu.
Hal tambahan seperti itu berguna untuk membuat pendafatar menjadi tidak ragu dalam mengisi data pribadi seperti, Nomor Induk Kependudukan (NIK). Karena NIK merupakan data pribadi yang sangat penting serta rentan disalahgunakan. SiberPolri melalui akun Tweeternya @CCICPolri juga sudah mewanti-wanti kepada masyarakat, pada (7/3/2021) agar tidak memberikan data pribadi kepada sembarang orang. “Jangan Sembarangan Memberikan Foto dan Nomor KTP. Hal tersebut bisa menjadi celah bagi pelaku tindak pidana untuk melakukan pinjaman pada aplikasi fintech atau membeli suatu barang bahkan bisa digunakan membobol akun rekening bank anda.”
Dua Kali Ngisi Data?
Saya heran juga kenapa ada pendaftaran online, padahal setahu saya sebelum melakukan vaksinasi pun mengisi formulir vaksin di lokasi. menjadikan dua kali penginputan data saja.
Kebetulan teman saya ada yang menjadi tim vaksin ke salah satu PT di daerah Banyuputih, Batang. Jadi, dia paham betul bagaimana proses vaksinasi dari pendaftaran hingga keluar sertifikat vaksin. Kurang lebih begini alur yang diceritakan oleh teman saya. “Peserta datang, screening kesehatan, kalau lolos nanti langsung suntik, abis itu ngisi formulir buat diinput ke data vaksin, terus cetak sertifikat.”
Nah, di IAIN Pekalongan kok malah pendaftaran online dulu, dan isi pendaftaran pun sudah seperti formulir, malah lebih komplit. Tidak tanggung-tanggung screening kesehatan juga dicantumkan dalam Google form, meski dengan diksi yang berbeda dibagian pertanyaan penyakit penyerta. Jika kolom tersebut dijawab tidak memiliki penyakit. Kemudian ditanggal pelaksanaan terkena sakit batuk ringan, sehingga peserta tetap bisa berangkat, misal. Tapi dihari pelaksanaan tidak lolos screening kesehatan, tidak jadi vaksin dong.
Karena syarat melakukan vaksin kan harus sehat, saya tahu syarat sehat pun dari teman saya yang menjadi tim vaksin. Kasian lho, kalau pas pendaftaran sudah lolos tapi pas pelaksanaan nggak bisa vaksin. Apalagi yang berdomisili luar wilayah Pekalongan. Oh iya, kan vaksinasinya Ormawa, bukan zonasi mungkin tidak masalah.
Editor : Arif Sopan