Hawa bukan perempuan pertama
Ini adalah buku ketiga dari Gus Muh, sapaan penulis Muhidin M. Dahlan yang pernah saya baca. Dari ketiganya saya bisa belajar, ternyata Gus Muh cukup piawai memainkan emosi pembaca, dengan pemilihan diksi yang luar biasa kaya itu, Gus Muh berhasil membawa pembaca, saya utamanya, seolah masuk dan mengikuti alur cerita yang Gus Muh harapkan. Termasuk novel “Adam Hawa” ini, yang sukses membuat saya betah dan berlama-lama membacanya.
Ciamik. Begitulah kata yang menggambarkan novel karya Gus Muh ini. Cerita yang dipilih pun tidak jauh-jauh dari kehidupan seks, seperti novel sebelumnya, “Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur!” bedanya, kalau di novel yang satu ini, Gus Muh membawa-bawa nama Tuhan dan Adam dalam ceritanya. Menariknya Gus Muh memperagakan dialog yang dilakukan Tuhan dengan para malaikat dan kaum gipsi. Novel ini menceritakan sosok Adam yang begitu gagah, sosok yang mungkin diidam-idamkan oleh perempuan di seluruh dunia. Lelaki yang berbadan kekar, berwajah rupawan, dan ditambah dia ini penciptaan Tuhan yang pertama, atau lebih tepatnya makhluk yang sering dinamai manusia pertama. Adam sering mengaku sebagai putera Tuhan, karena lahir dari Tuhan.
Cerita bermula ketika Tuhan hendak menciptakan sebuah makhluk yang Dia gambar-gambarkan diatas kertas gulungan. Tuhan musti berdebat dulu dengan beberapa ajudan-ajudannya. Para Malaikat Penghancur, dan budak-budak gipsi itu suka sekali menentang perintah Tuhan. Apalagi Malaikat Penghancur, sosok malaikat ini paling ditakuti oleh seluruh penduduk Taman Eden, terlebih saat dia berani membentak dan menolak untuk menciptakan makhluk yang kita sebut manusia.
Pada akhirnya, Tuhan pasrahkan tugas itu kepada Malaikat Pesolek. Namun, dalam penciptaannya, Tuhan menginginkan kalau makhluk yang telah dilukiskannya di sebuah kertas itu dibuat dengan bahan yang beda dengan makhluk-makhluk lainnya. Ya, Tuhan berkehendak kalau makhluk itu diciptakan dari Lempung. Benar, Lempung. Dan jadilah makhluk manusia pertama, yang diberi nama Adam. Entah, Adam sendiri pun tidak tahu, dari mana ia berasal. Ia mulai bertanya-tanya, dan mengada-ngada kalau dia dilahirkan oleh Tuhan. “Bagaimana cara Tuhan melahirkanku? Itu pun bila benar aku dilahirkan olehnya. Kalau tidak?” (hlm. 13) Hingga pada akhirnya pertanyaan itu dibawanya sampai ke alam tidur, dan dijumpainya si Juru Cerita, yang menceritakan bagaimana Adam itu diciptakan. Dari mulai perdebatan tadi, sampai Adam akhirnya lahir melalui ketiak kanan Tuhan. (hlm. 26)
Hingga beranjak dewasa, Adam pun mulai hidup sebagaimana makhluk di Taman Eden ini hidup. Dia membangun Rumah Batu, dengan dibantu para kurcaci yang memang sedari tadi, sudah menunggu kehadiran Adam. Sesaat setelah Rumah Batu rampung dibangun, muncul sosok perempuan berparas cantik, namun dia bukan Hawa. Adam melihatinya dengan seluruh birahinya, dari ujung kaki, sampai ujung kepala yang ramputnya terurai. Adam heran, bentuk tubuh manusia itu tak sama dengan bentuk tubuhnya. Dia memiliki dada yang menonjol, dan di selangkangannya tidak ada sesuatu yang menunjang.
Adam semakin keheranan. Saat ditanyainya, makhluk itu cukup menjawab kalau dia adalah kembarannya si Adam ini. Sampai akhirnya Adam mulai paham, kalau makhluk sejenisnya itu ada dua spesies, lelaki dan perempuan. Lalu, siapa dia kalau bukan Hawa? Ya, perempuan cantik itu mengaku namanya Maia. Benar, Maia namanya. Dan pada pucuknya, Maia dan Adam saling bercinta, dan menuai asmara di Taman Eden. Dibawanya Maia ke Rumah Batu yang baru saja selesai dibangunnya.
Tak selang beberapa waktu, dibalik matahari itu. Keduanya melakukan penumpahan rasa cinta. Sebagai seorang lelaki yang haus akan hasrat bersetubuh, Adam meminta Maia melakukannya. Dan itu terjadi. Ujungnya, tak terduga Maia ingin pindah posisi, ia ingin berada diatas, dan Adam yang dibawah. Namun, keinginannya itu ditolak oleh Adam. Dengan dalih, “Di taman ini, tak pernah sekali pun ada menjangan betina berada di atas menjangan jantan.”(hlm. 41) Seterusnya pun begitu, sampai akhirnya Maia merasa bosan, dan merasa dirinya ini hanya disekap untuk menjadi pemuas hasrat Adam.
Perdebatan pun dimulai. Adam dengan bangganya mengaku-ngakui kalau Maia itu tercipta melalui tulang rusuknya, jadi apapun yang diperintahkan Adam harus Maia turuti. Hal itulah yang buat Maia tidak betah, dan memutuskan untuk pergi meninggalkan Adam. Dalam perjalanannya yang diliputi rasa gelisah, resah, dan kecewa itu. Maia bertemu dengan Idris, yang tak lain masih ada hubungan darah dengan si Adam itu. Melalui Idris Maia dikaruniai anak, yang diberi nama Marfu’ah. Kelak Marfu’ah inilah yang akan membunuh Adam, untuk menuntaskan rasa dendam dan kecewa Ibunya.
Novel ini diceritakan Gus Muh sangat baik, dan tertata sekali alurnya, ringkas namun kaya diksi. Membuat pembaca serupa saya ingin habis membaca novel tipis ini. Namun, ternyata dari kekayaan diksi Gus Muh, dia sedikitnya lupa golongan seperti apa saja yang membaca novelnya ini. Saya barangkali termasuk yang awam dalam diksi-diksi kesastra-sastraan. Walhasil, ada kalimat dan kata-kata yang kurang bisa dicerna sekali baca. Ada pula beberapa kata yang typo, dan bisa membuat pembaca salah tafsir. Tapi itu hanya segelintir,yang jelas novel ini cukup lugas dalam membahas kehidupan Adam, apalagi hubungannya dengan cinta pertamanya. Benarkah Maia adalah cinta pertama Adam?
Judul Buku : Adam Hawa
Penulis : Muhidin M. Dahlan
Penerbit : ScriPta Manent
Kota Terbit : Yogyakarta
Cetakan : Ketiga
Terbit : Juli 2017
Tebal : 166 halaman
ISBN : 979-99461-2-3
Peresensi : Muhammad Arsyad