Judul: Filosofi Teras (Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini)
Penulis: Henry Manampiring
Penerbit: PT Kompas Media Nusantara
Terbit: 2019
Tebal: 320 halaman (13 cm x 19 cm)
ISBN: 978-602-412-518-9
Jenis Buku: Self Improvement
Saya menjumpai Buku Filosofi Teras ini ketika saya mencari rekomendasi buku di beberapa platform seperti Instagram, Youtube dan Tiktok. Kemudian, saya pun memutuskan untuk membeli buku tersebut. Tiga ratus dua puluh halaman, bagi saya buku ini lumayan tebal. Seperti biasa, pada awalnya saya melihat cover dan sinopsis di belakangnya. Kebiasaan saya terkadang memang ‘meng-judge book by its cover’ dalam arti yang sebenarnya. Tentu saja saya langsung membayangkan isinya.
Saya berpikir buku bacaan ini ‘pasti berat’, dan terbesit dipikiran saya “apakah saya bisa menyelesaikan membaca buku Filosofi Teras ini?”. Sempat juga menunda membaca buku Filsafat ini dengan membeli dan membaca novel fiksi untuk menyiapkan hati dan pikiran. Setelah menyelesaikan bacaan fiksi, saya memberanikan diri untuk membuka halaman pertama. Syukurlah, ternyata Filosofi Teras tidak ‘semumet’ yang saya bayangkan.
Henry Manampiring, penulis buku ini menerangkan dengan gamblang makna Filosofi Teras. Berawal dari ketidaksengajaannya, di sebuah toko buku dia melihat buku filsafat. Kemudian, ia membaca dan tertarik untuk mempraktikkannya. Setelah merasakan manfaat filosofi tersebut, ia ingin berbagi pengalamannya melalui buku Filosofi Teras.
Filosofi Teras atau Stoisisme merupakan sebuah aliran filsafat Yunani Kuno yang telah ada sejak lebih dari 2.000 tahun lalu. Adapun, nama para pengikut stoisisme adalah “kaum stoa”. Penyebutan Filosofi Teras bertujuan untuk memudahkan pembaca karena kebanyakan orang sulit menyebutkan “Stoisisme”. Sedangkan, Filosofi Teras sendiri merupakan terjemahan langsung dari kata “stoa”.
Menurut saya filosofi ini relate dengan kehidupan sehari-hari kita. Henry Manampiring memberikan contoh aplikasi Filosofi Teras dengan sederhana. Misalnya ketika kita tidak sengaja memakan timun pahit. Kebanyakan dari kita akan merasa jengkel bahkan menganggapnya sial. Padahal yang perlu kita lakukan adalah hanya membuang timun tersebut dan tidak membuatnya ribet (tidak ada gunanya memaki timun tersebut).
Contoh di atas merupakan bagian kecil dari aplikasi Filosofi Teras. Buku ini sangat bermanfaat untuk orang seperti saya yang selalu overthinking dalam menjalani hidup. Pada setiap akhir bab terdapat intisari pembahasan yang dapat membantu pemahaman pembaca. Buku ini juga berisi wawancara dengan pakar dan praktisi dari berbagai bidang yang relevan. Dari dua belas bab, saya menemukan beberapa hal yang dapat saya pelajari.
Pertama, saya mempelajari makna yang selaras dengan alam (in accordance with nature) pada bab tiga. Hidup selaras dengan alam yang dimaksud adalah sebagai manusia kita harus menggunakan nalar, akal sehat, rasio, karena hal tersebutlah yang membedakan manusia dengan alam. Jika ingin hidup lebih baik, maka kita sebagai social creatures (makhluk sosial) sebaiknya hidup selaras dengan alam.
Keluar dari keselarasan alam adalah pangkal dari ketidakbahagiaan. Pada intinya semua yang terjadi adalah saling terkait (interconnectedness). Tidak ada yang benar-benar “kebetulan” di dunia ini, semua ada mata rantainya. Jadi, untuk apa marah-marah karena (misalnya) sepatu Jordan baru kita yang menginjak tai kucing? Marah-marah adalah kesia-siaan sekaligus melawan alam (tidak selaras dengan alam). Konsep-konsep selaras dengan alam ini membantu kita membantu agar kita tidak menyesali, menangisi dan menyumpahserapahi semua hal yang terjadi di masa lalu.
Kedua, saya belajar fokus terhadap hal-hal yang dapat saya kendalikan. Pada bab empat saya belajar prinsip dikotomi kendali (dichotomy control) dan trikotomi kendali. Dalam hidup ada hal yang dapat kita kendalikan dan ada yang tidak. Adapun hal-hal yang tidak di bawah kendali kita adalah pikiran, opini, persepsi, dan tindakan kita sendiri. Sedangkan hal-hal yang di luar kendali adalah kekayaan, kesehatan, dan opini orang lain.
Sedangkan dalam trikotomi kendali kita dapat belajar untuk tidak menginginkan hal-hal yang di luar kendali kita. Semua hal yang di luar kendali adalah indifferent alias tidak berpengaruh terhadap baik tidaknya hidup kita. Trikotomi kendali dari William Irvine memperkenalkan kategori ketiga “sebagian dibawah kendali kita”, contohnya adalah bisnis, karier, dan studi. Tugas kita adalah fokus dengan internal goal yang bisa dikendalikan dan harus siap dengan outcome yang di luar kendali kita.
Ketiga, belajar menghadapi kesusahan dan musibah dengan latihan menderita (premeditatio malorum). Memikirkan skenario buruk yang mungkin terjadi di hari ini. Selain simulasi mental, Stoisisme juga menganjurkan “latihan menderita” dalam hidup kita, secara rutin. “Latihan apes” ini benar-benar dalam arti literal, artinya kita memaksa diri kita menderita secara fisik. (halaman 204)
Selain itu, kita juga dianjurkan untuk “latihan kemiskinan” (practice poverty) secara rutin. Misalnya, memakan roti yang sudah keras dan memakai baju yang lusuh. Di masa kini, latihan ini tidak terbatas pada makanan sederhana atau memakai baju jelek. Pada intinya, apakah kita bisa melepaskan kenyamanan yang biasa kita nikmati selama beberapa hari? (Halaman 206)
Salah satu manfaat membaca buku Filosofi Teras ini adalah dengan mempraktikkan Filsafat Yunani-Romawi kuno ini bisa membantu kita mengatasi emosi negatif. Buku Filosofi Teras justru menggunakan bahasa yang sangat ringan dan kekinian. Selain itu, terdapat ilustrasi di dalamnya yang dapat menghibur.
Itulah beberapa kelebihan buku Filosofi Teras. Saya rasa sebuah buku tentunya tidak akan pernah sempurna di mata pembaca. Se-sempurna apapun isinya selalu ada kekurangan di dalamnya. Adapun kekurangan dari buku Filosofi Teras adalah ukuran huruf terlalu kecil dan terkadang dalam satu paragraf terdapat lebih dari lima kalimat, sehingga membuat mata mudah lelah.
Editor: Daniel Alif