Namanya Gantari, gadis cantik berusia 20 tahun yang sekarang tengah merantau untuk menempuh pendidikan di Universitas Budi Bangsa. Tinggal sendiri di tempat orang tanpa adanya sanak saudara yang menemani, ditambah sifatnya yang pemalu dan kurang mudah bergaul membuatnya memiliki sedikit teman. Bahkan untuk ukuran anak kuliah yang sudah melewati empat semester perkuliahan, temannya masih bisa dihitung dengan jari, itupun tidak dekat atau sekedar kenal dan saling sapa saja. Sedangkan untuk masalah percintaan, Gantari bisa dibilang kurang tertarik atau mungkin dia belum menemukan seseorang yang cocok.
Siang itu, hari Senin, dengan cuaca yang cukup terik. Gantari menenteng tasnya dengan lemas dan wajah lesu. Dahinya penuh keringat dengan wajah sedikit memerah karena kulitnya yang putih itu. Kakinya berjalan menuju kantin dekat gedung fakultasnya untuk membeli sebotol air minum. “Bu, ini berapa ya?” tanyanya pada ibu kantin. “Tiga ribu nak,” Jawab ibu itu. Ia berlalu pergi setelah memeberikan dua lembar uang pecahan seribu dan dua ribuan itu.
Belum sempat sampai di dalam gedung, badannya tak sengaja tersenggol oleh seseorang. Dilihatnya sang pelaku penyenggolan tersebut, ia adalah Gama. Laki-laki tinggi dengan senyum manis itu merupakan teman seangkatannya, tetapi dia berada di kelas yang berbeda dengan Gantari. Gantari sendiri bahkan tak tahu pasti apakah Gama mengenalnya, dilihat dari sifatnya yang pemalu dan kurang bisa bergaul, mungkin saja tidak. “Maaf, aku tidak sengaja,” Ucap Gama dengan wajah tidak enaknya. “Nggak papa kok,” jawab Gantari sembari tersenyum. Setelah itu mereka berlalu begitu saja, tanpa adanya percakapan lain.
Setelahnya ia mengikuti kelas seperti biasanya, tak ada yang menarik di kelas hari ini. Kelas yang membosannkan, begitu juga dengan dosennya. Ada yang memperhatikan ada juga yang asik dengan urusannya sendiri. Gantari duduk di barisan belakang, ia menundukkan kepalanya sambil menyangga dengan sebelah tangan. Kepalanya tiba-tiba pusing seperti berputar-putar. Ia hanya berharap kelas ini cepat selesai, tidak perduli dengan penjelasan dosen di depan sana. Biarlah nanti ia belajar sendiri untuk materi hari ini, kepalanya sudah tidak kuat untuk tetap melihat kedepan.
Kuliah hari itu selesai cukup sore, langit yang tadinya cerah dengan matahari menyengat itu sudah berubah menjadi mendung. Gantari pulang dengan motor maticnya. Sambil menahan rasa pusing di kepalanya ia coba untuk mengendarai motor itu sebisa mungkin. Jarak kampus menuju kostnya cukup dekat mungkin sekitar 30 menit saja. Jalanan sore itu cukup ramai, mengingat hari ini adalah hari Senin dan banyak mahasiswa juga baru selesai mata kuliah untuk pulang atau sekedar jalan-jalan.
Di pertigaan jalan, fokus Gantari mulai berkurang. Matanya mulai berkunang-kunang membuat pandangannya ke jalan mulai tidak jelas. Gantari menambah laju sepeda motornya bermaksud agar cepat sampai ke kostannya. Tak menyadari bahwa laju motornya mulai tidak stabil dan memasuki jalur lawan arah, Gantari terkesiap setelah mendengar suara klakson mobil. Kesadarannya mulai kembali, dirinya membanting setir berusaha menghindar dari kendaraan di depannya. Karena kurang seimbang, ia terjatuh dari motornya, cukup keras suara itu membuat warga sekitar berbondong-bondong melihat kejadian tersebut.
“Aku tidak mau mati,” pikirnya dalam hati. Gantari berdoa sambil menutup matanya. Sayup-sayup suara ramai mulai terdengar, perlahan Gantari membuka matanya. Dilihatnya banyak warga mengerubungi dirinya. Ia dibantu warga sekitar untuk menepi dan mengambil motornya yang sudah terkapar di pinggir jalan itu. Celananya sobek-sobek akibat terseret saat jatuh tadi. Syukurlah ia tidak apa-apa dan masih bisa berdiri. “Astaga nak, lain kali hati-hati yaa kalau bawa motor,” ucap salah satu ibu-ibu disana dengan raut wajah khawatir.
….
Gantari sampai di kostnya selepas maghrib, lukanya sudah diobati di puskesmas tadi. Badannya terasa sakit seperti jatuh dari tempat tinggi. Ia memutuskan untuk bersih-bersih lalu bersiap untuk tidur, badannya sudah sanggat lelah dan sakit ditambah kepalanya makin berdenyut membuatnya semakin merasa pusing. Ia mulai memejamkan matanya, tak berselang lama Gantari sudah tertidur dengan nyenyak.
Esok harinya, Gantari izin untuk tidak masuk kuliah. Badannya masih terasa sanggat sakit, kepalanya juga terasa masih pusing. Untuk berdiri dan berjalan ke kamar mandi saja ia kesusahan, apalagi ke kampus. Seharian tidak melakukan apa-apa, Gantari merasa bosan. Kerjaannya hanya main handphone, menonton youtube, melihat video-video lucu, tidak ada yang menarik.
Setelah izin selama beberapa hari, Gantari akhirnya bisa berangkat kuliah kembali. Hari itu kuliah berjalan seperti biasanya, mengikuti kelas, pergi kekantin, dan lainnya. Tapi Gantari merasa ada yang aneh dengan teman-temannya, tidak seperti biasanya. Memang Gantari mengakui bahwa dirinya tidak terlalu dekat dengan tema-temannya, tapi biasanya temannya akan menyapanya jika berpapasan atau sekedar mengajak ngobrol saja. namun, kali ini terlihat berbeda, mereka terlihat biasa saja dan seperti menghiraukan Gantari, disapa pun tidak menyahut.
Tak ingin terlalu memikirkan, Gantari memilih untuk mengabaikannya. Mungkin saja teman-temannya sedang ada masalah. Selepas kuliah Gantari memilih langsung untuk pulang ke kostannya saja, lagipula ia tidak ada kegiatan lain terlebih lagi kepalanya masih sering terasa sakit. Sesampainya di kost, Gantari memilih untuk mengistirahatkan badannya sambil sesekali memejamkan mata. Menghilangkan rasa sakit dan pening di kepalanya yang tak kunjung membaik padahal ini sudah hampir dua minggu sejak ia kecelakaan.
Keesokan harinya kampusnya dibuat heboh dengan sebuah berita, Gantari bingung ada hal apa yang membuat teman-temannya menjadi ribut seperti ini. Gantari mencoba bertanya pada salah satu temannya, namun temannya tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Ia bertanya pada temannya yang lain, namun respon mereka tetap sama, tidak menjawab dan tidak menghiraukannya. Gantari bergumam dalam hati, seheboh itukah sampai temannya tidak ada yang menghiraukannya? Gantari menolehkan kepalanya ke Handphone salah satu temannya, ia melihat sebuah berita terpampang di layar handphone tersebut.
“Terjadi kecelakaan di ruas jalan Universitas Budi Bangsa, satu mahasiswi yang sempat koma di nyatakan meninggal.” Gantari melihat tulisan itu dengan seksama, matanya melihat salah satu foto yang tertera dalam berita tersebut. Raut terkejut terpampang di wajahnya, matanya mulai berair dan dadanya terasa sesak. Tangannya memegang kepala yang terasa berdenyut, sekelebat ingatan tentang kecelakaan itu mulai bermunculan.
Dalam ingatan itu Gantari melihat dirinya terkapar dengan kepala yang berlumuran darah. Orang-orang mengerubungi badannya, ia ingat hari itu ia berhasil menghindar dari mobil di depannya tapi dirinya menabrak pembatas jalan dan terpental. Kepalanya mengenai pinggiran trotoar mengakibatkan kepalanya mengeluarkan banyak darah. Gantari menangis sejadi-jadinya, dirinya tak percaya bahwa selama ini dia dalam kondisi koma, dan berakhir dengan meninggal seperti ini.
Esok harinya, jenazah gantari dibawa ke kampung halamannya. Suasana rumah duka penuh dengan tangisan Orang tua dan sanak saudaranya menyambut kedatangan Gantari. Bukan tangis bahagia melainkan tangis kesedihan dan kehilangan, begitu memilukan dan menyakitkan kehilangan orang yang kita sayang dan kita cintai untuk selamanya.
Penulis: Dewi Nur I
Editor: Alifatul Qaidah