Pada era globalisasi dan kemajuan teknologi yang berkembang begitu cepat, interaksi antar individu dan komunitas juga semakin meningkat. Hal ini membawa berbagai tantangan dan peluang dalam konteks kehidupan beragama. Salah satu tantangan terbesarnya yaitu bagaimana menjaga moderasi dalam beragama di tengah keragaman yang ada. Dalam konteks ini, pendekatan sosiologi dapat memberikan wawasan yang berharga.
Kata “moderasi” yaitu konsep atau sikap yang menekankan pada keseimbangan dan pemeliharaan pada berbagai prespektif kehidupan. Kata ini berasal dari bahasa Latin “Moderatio” yang artinya yaitu ke-sedang-an atau tidak lebih dan kurang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata moderasi didefenisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran keekstreman. Sedangkan kata “beragama” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu memeluk atau menganut agama. Kata beragama juga dapat diartikan sebagai praktik atau proses menganut atau mempraktikkan ajaran-ajaran dan keyakinan-keyakinan yang diajarkan oleh agama tersebut.
Jadi, saat kata moderasi dijejerkan dengan kata beragama jadilah moderasi beragama dan istilah atau makna tersebut merujuk dengan sikap menghindari keekstreaman atau mengurangi kekerasan pada praktik beragama. Kemudian, ketika kedua kata itu digabungkan menunjuk pada upaya dan sikap dalam menjadikan agama itu sebagai landasan prinsip dan dasar untuk menghindarkan dari ungkapan atau perilaku yang bersifat radikalisme (ekstream) dan mencari jalan tengah dalam membersamakan dan menyatukan semua elemen di kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia.
Pendekatan sosiologi terhadap agama menekankan pada aspek sosial dari kepercayaan dan praktik religius. Ini mencakup bagaimana agama mempengaruhi struktur masyarakat, interaksi sosial, dan identitas individu. Dengan demikian, pendekatan ini dapat membantu dalam memahami bagaimana moderasi dalam beragama dapat dicapai dan dipertahankan.
Moderasi beragama bukan hanya tentang toleransi terhadap keyakinan orang lain, tetapi juga tentang bagaimana kita dalam mempraktikkan keyakinan kita sendiri dengan cara yang tidak merugikan orang lain. Dalam hal ini, lebih lanjut membahas mengenai moderasi beragama dalam pendekatan sosiologi, dengan fokus pada bagaimana masyarakat dapat mempromosikan moderasi dalam beragama dan bagaimana individu dapat berkontribusi dalam proses ini.
Moderasi beragama di Desa Linggo Asri, Kecamatan Kajen, merupakan contoh nyata dari bagaimana komunikasi dan interaksi sosial dapat berperan penting dalam membangun harmoni dan toleransi antar umat beragama. Mereka sadar bahwa kebersamaan dan kerukunan itu sangat penting dan mereka tidak membiarkan agama menjadi penghalang dari interaksi dan kebersamaan mereka. Dalam kunjungan observasi di desa Linggo Asri, terlihat bahwa masyarakat disana sangat ramah walaupung dengan pendatang yang berkunjung kesana. Dari pernyataan mereka, terdapat banyak warga disana yang pindah agama dengan alasan ingin menikah. Itu artinya, masyarakat disana tidak terdapat konflik antar agama. Dengan begitu, masyarakat disana tidak mencampur adukkan sebuah ajaran agama dan lebih menghargai antar sesama.
Di Desa Lingo Asri, mereka melihat agama sebagai bagian dari identitas pribadi seseorang dan bukan penghalang dari interaksi sosial. Menjadi moderat dalam kehidupan sehari-hari di Desa Linggo Asri mungkin tidak terasa sulit bagi masyarakat setempat, karena mereka telah menerapkan prinsip moderasi beragama sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Namun, penting untuk diingat bahwa menjadi moderat bukan berarti tidak memiliki keyakinan atau pandangan yang kuat. Sebaliknya, itu berarti menghargai dan menerima perbedaan, dan berusaha untuk menjaga keseimbangan antara keyakinan pribadi dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat di sana telah menunjukkan bahwa kerukunan dan toleransi dapat dicapai meskipun ada perbedaan agama.
Pada konteks sosiologi komunikasi, moderasi beragama di Desa Linggo Asri bisa dilihat sebagai proses interaksi sosial yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk individu, kelompok, dan institusi. Melalui komunikasi dan dialog antar umat beragama, masyarakat Desa Linggo Asri telah berhasil menciptakan lingkungan yang moderat dan toleran. Proses ini tidak terjadi dalam sekejap. Melainkan melalui serangkaian interaksi dan komunikasi yang terus menerus. Misal dengan adanya budaya tahunan yang mereka laksanakan setiap hari raya idul fitri yaitu acara wayang dan ruwat bumi untuk semua masyarakat baik yang beragama Islam maupun tidak. Kemudian beberapa kegiatan lainnya yang dilakukan oleh masyarakat yaitu slametan, tahlilan dan megono gunungan (tumpeng).
Ada juga acaranya umat Hindu yaitu Sarasvati dan Galungan yang bertempat di Pura. Dan mereka juga saling bergotong royong dalam semua hal termasuk membantu dalam acara keagamaan wataupun itu bukan dari agama mereka, Dalam hal ini, media massa dan teknologi informasi memainkan peran penting sebagai alat untuk menyebarkan informasi dan memfasilitasi dialog antar umat beragama.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa moderasi beragama tidak hanya tentang toleransi saja. tetapi juga tentang bagaimana masyarakat bisa menghargai dan memahami perbedaan dalam berkeyakinan dan beragama. Maka dari itu, moderasi beragama di Desa Linggo Asri tidak hanya mencerminkan harmoni antar umat beragama, melainkan juga melihatkan bagaimana masyarakat bisa hidup berdampingan rukun dalam keberagaman beragama.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moderasi beragama di Desa Linggo Asri menunjukkan bagaimana sosiologi komunikasi bisa digunakan dalam menjelaskan dan memahami fenomena sosial di masyarakat. Melalui pendekatan ini, sudah bisa dilihat bagaimana komunikasi dan interaksi sosial membentuk dan mempengaruhi struktur sosial dan budaya di masyarakat.
Penulis : Fitrotun Nida
Editor : Nela Salamah