Pernah suatu saat saya bertemu dengan teman dan dia menanyakan kabar seorang teman yang lain. Mengatakan bahwa nasibnya sekarang menyedihkan dan saya harus membantu dengan tetap berada di sampingnya. Bahkan dia bilang saya harus berada pada pesakitan yang sama, dengan nasib yang sama menyedihkan. Lalu saya berpikir, kenapa hanya seorang teman itu yang diperhatikan? Bagaimana dengan saya? Bukankah saya juga butuh perhatian? Bagaimana dengan kalian? Apa kalian juga butuh perhatian?
Di sini, saya serius menanyakan soal perhatian itu. Apakah benar dalam kondisi tertentu seorang memerlukan perhatian orang untuk tetap hidup, atau sebenarnya bagaimana konsep yang benar terkait perhatian, belas kasihan, peduli atau simpati yang harus dinyatakan pada orang lain. Mungkin saya akan mulai dengan membahas hierarki kebutuhan yang dikenalkan oleh Abraham Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan tertinggi manusia ialah aktualisasi diri. Jadi intinya kita tidak butuh perhatian itu? Ya tidak juga. Kita masih butuh perhatian dari orang lain.
Oke, ini terlalu membingungkan jika dipikirkan sekaligus. Sekarang coba kita mulai dari hierarki kebutuhan yang dikenalkan oleh Maslow. Hieraki kebutuhan ini berbentuk segitiga dengan lima tingkatan di dalamnya. Yang meliputi, kebutuhan fisiolgis, rasa aman, kasih sayang, penghargaan dan aktualisasi diri. Bak segitiga yang berbentuk lebar di bawah dan mengerucut ke atas, hal ini menggambarkan kebutuhan paling mendasar yang luas dan kebutuhan tertinggi yang sempit dan banyak usaha untuk menggapainya.
Mari mulai masuk dalam tingkat empat dalam hierarki kebutuhan ini. Kita berada dalam ruang ‘Penghargaan’, dan bentuk kecil dari sebuah penghargaan adalah perhatian. Dan intinya ya, kita benar-benar membutuhkan perhatian itu. Tetapi Maslow kembali menjelaskan, bahwa penghargaan yang dimaksudnya bukan hanya penghargaan yang kita dapatkan dari orang lain, melainkan juga penghargaan yang kita ciptakan sendiri. Ya benar, penghargaan dari dalam diri kita sendiri, meliputi rasa percaya diri, kemandirian, harga diri, maupun keinginan kuat untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Terkait penghargaan diri, kita juga mengenal mengenai self-esteem yang masih berkesinambungan dengan hierarki kebutuhan tadi. Secara sederhana self-esteem didefinisikan sebagai perasaan seorang tentang dirinya, hubungan interpersonal, maupun kemampuan diri dalam menghadapi tantangan. Walau berasal dari dalam diri, self-esteem ini tidak terbentuk secara biologis. Self-esteem dapat dibentuk dari pembiasaan di lingkungan terkecil kita. Menurut Battle, self-esteem terdiri dari tiga komponen antara lain general self-esteem, social self-esteem dan personal self-esteem. Mari coba kita pahami satu persatu.
General self-esteem, merupakan perasaan menyayangi dan pernghargaan diri secara keseluruhan. General self-esteem mempengaruhi kegiatan dan juga membantu dalam menentukan perilaku sehari-hari. Social self-esteem, adalah aspek harga diri yang mengacu pada presepsi individu terhadap teman sebaya yang terbentuk dalam interaksi intrapersonal. Terakhir mengenai personal self-esteem, merupakan cara pandang seorang mengenai dirinya sendiri. Personal self-esteem juga berhubungan mengenai bagaimana seorang melihat diri kita.
Dari penjelasan tersebut, jawaban pertanyaan di awal mungkin akan dijawab ‘iya’. Iya, kita membutuhkan perhatian. Tapi yang utama bukan perhatian dari orang lain, melainkan perhatian dari diri kita sendiri. Kita harus mulai peduli, simpati dan mendengar suara dari dalam diri kita sendiri. Karena kepedulian dari orang lain, apalagi yang muncul karena rasa belas kasihan menurut saya membunuh rasa kepedulian, penghargaan bahkan rasa percaya diri yang kita punya. Oleh karena itu, coba dengarkan suara kecilmu, mulai kontrol penuh dirimu dan sayangi dirimu sebelum meminta perhatian dan memberi perhatian pada orang lain.
Penulis: Salsabila Septi Ariyani
Editor: Alifah