Judul Buku : Penghidupan Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan (Seri Kajian Petani dan Perubahan Agraria)
Penulis : Ian Scoones
Penerjemah : Nurhady Sirimorok
Penerbit : INSIST Press
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Maret 2021
Jumlah Halaman : 225 halaman
ISBN : 978-602-0857-98-5
Peresensi : Suci Wiji Asih
Apa yang ada dipikiran anda ketika mendengar retorika pemerintah tentang pengentasan kemiskinan? Mungkin yang terbayang adalah kemiskinan akan segera teratasi dan masyarakat dapat hidup sejahtera. Permasalahan kemiskinan tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara-negara lain. Pengentasan kemiskinan merupakan bukan sesuatu hal yang santer diperbincangkan. Berbagai gagasan tentang problematika ini telah dikaji oleh beberapa tokoh cendekia. Termasuk Ian Scoones yang hadir dengan konsep pemikirannya terkait kajian petani dan pembangunan agraria dalam pembangunan berkelanjutan di pedesaan.
Buku ini menyebutkan bahwa penghidupan pedesaan berkelanjutan merupakan prioritas inti pembangunan. Hal ini tentunya masih menimbulkan pertanyaan, mengapa kemiskinan masih mendominasi di daerah pedesaan? Telah kita ketahui kemiskinan global masih menjadi fenomena mendesak di pedesaan yang ditandai dengan tiga perempat kaum miskin dunia berasal dari desa. Faktor ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, baik secara kultural maupun struktural. Kemiskinan yang disebabkan secara kultural berasal dari kebiasaan masyarakat yang sudah menjadi budaya, seperti perasaan yang selalu merasa cukup sehingga minimnya dorongan untuk berkembang maju dan etos kerja yang rendah. Hal tersebut yang mengakibatkan peningkatan sumber daya manusia berkualitas di pedesaan menjadi terhambat. Sedangkan kemiskinan yang disebabkan karena faktor struktural berupa hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan yang belum terlaksana secara maksimal.
Tidak sedikit masyarakat yang tinggal di pedasaan memilih melakukan urbanisasi untuk meningkatkan taraf hidupnya. Bagaimana tidak? Telah terlihat jelas bahwa pembangunan di daerah perkotaan jauh lebih maju dan berkembang. Dibuktikan dengan fasilitas di kota yang lebih memadai, lapangan pekerjaan yang lebih luas, dan upah pekerja yang jauh lebih tinggi. Namun, keputusan melakukan urbanisasi dapat memberikan dampak negatif bagi desa, jumlah sumber daya manusia untuk bisa mengelola sumber daya alam dan melakukan perubahan menjadi berkurang. Hal ini dapat menghambat implementasi penghidupan berkelanjutan dan pembangunan pedesaan.
Sesuai yang disebutkan dalam buku ini bahwa livelihood masyarakat pedesaan adalah mayoritas berhubungan dengan kehutanan, perikanan, pertanian, dan lainnya yang menyangkut dengan adat yang ada. Seperti pada salah satu tempat di Indonesia, Sulawesi memiliki adat mengenakan kain tenun sehingga banyak pula masyarakat yang berprofesi sebagai penenun. Dengan livelihood yang masih sederhana tersebut masyarakat harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang telah terjadi. Dengan kata lain, masyarakat yang tidak mampu beradaptasi dan mengikuti perubahan zaman maka kehidupannya pun akan ikut tertinggal. Seperti contoh, petani di Indonesia memiliki kualitas tanaman dan jumlah panen yang kurang memuaskan karena menggunakan sistem bercocok tanam yang masih primitif. Selain itu sistem upah bagi buruh tani di daerah pedesaan masih rentan menindas, upah yang diberikan tidak sesuai dengan pekerjaan berat yang dilakukan. Berbeda halnya dengan petani di Jepang yang kondisinya bisa sangat maju karena sistem pertanian di Jepang telah menggunakan teknologi yang canggih, selain pengerjaannya menjadi lebih cepat juga hasilnya memuaskan. Namun, di sisi lain kecanggihan teknologi juga memberikan dampak negatif bagi masyarakat desa karena dapat meningkatkan jumlah pengangguran bagi masyarakat. Masyarakat yang biasanya menggantungkan hidupnya sebagai buruh tani akan merasa kesulitan mendapatkan pemasukan jika kecanggihan teknologi diterapkan pada sistem pertanian Indonesia.
Selain itu dalam pencapaian pembangunan pedesaan yang maksimal dalam buku ini juga disebutkan bahwa teori pengetahuan, politik dan teori ekonomi-politik juga menjadi sangat penting. Penghidupan yang berlangsung dalam konteks tertentu dan secara mendasar dipengaruhi oleh kekuasaan dan politik. Perhatian politisi untuk mencapai penghidupan berkelanjutan sangat dibutuhkan. Pemerintah akan mampu menemukan cara bergerak maju asalkan bertindak adil dan tidak terpaku dengan partikularisme. Dalam pelaksanaan kebijakan, pemerintah memerlukan diskersi, diskusi, revisi dan perubahan di sepanjang perjalanan agar permasalahan dapat terselesaikan dengan maksimal. Seperti contoh adanya kebijakan pemberian kartu tani kepada para petani dengan tujuan agar penyaluran subsidi pupuk dan bantuan sosial lainnya bisa tepat sasaran. Namun pada pelaksanaanya manfaat dari adanya kartu tani tersebut tidak sepenuhnya dirasakan oleh petani, ironisnya mereka malah merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pupuk. Tidak jarang petani harus bolak-balik ke toko pupuk karena memang stok yang diberikan terbatas, tidak hanya mengantri mereka juga berebut. Konsep pupuk subsidi ini seakan menjadi “siapa cepat dia dapat”. Para petani yang tidak mendapatkan pupuk sesuai jumlah kebutuhan akan berakibat pula pada menurunnya hasil panen. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah agar pertanian di Indonesia dapat maju dan terus berkembang sehingga pengentasan kemiskinan di pedesaan bisa segera teratasi.
Hambatan dalam mencapai penghidupan berkelanjutan dan pembangunan pedesaan tidak hanya sampai di situ, jumlah pertambahan penduduk di pedesaan yang semakin meningkat akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat. Kerusakan lingkungan yang terjadi, jumlah lahan yang semakin berkurang, hingga angka pengangguran yang semakin meningkat.
Lalu bagaimana sikap kita terhadap masalah pengentasan kemiskinan yang belum kunjung usai tersebut? Kebanyakan dari kita masih belum peduli dengan problematika tersebut karena menganggap hal tersebut bukanlah tanggung jawab utama bagi kita. Pada kenyataannya peran kita sangat dibutuhkan sebagai generasi penerus bangsa. Lalu apa yang harus kita lakukan? Jawaban paling tepat adalah dengan terus mengembangkan potensi diri agar bisa berkontribusi secara maksimal dalam upaya pengentasan kemiskinan. Selain itu kita juga harus lebih melek dan meningkatkan rasa simpati terhadap keadaan yang terjadi. Jika tidak dimulai dari kita, lalu siapa lagi?.
Pembahasan dalam buku ini cukup lengkap, Ian Scoones juga menyertakan studi literatur tambahan dari penelitian-penelitian lain sehingga mampu memberikan pandangan yang lebih luas kepada pembaca. Contoh kasus yang disajikan oleh penulis dalam tiap babnya juga berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat ini. Selain itu contoh kasus yang diberikan cukup bervariasi berasal dari beberapa negara. Sehingga buku ini mampu memberikan pandangan baru bagi pembacanya dan cocok untuk dijadikan bahan pertimbangan serta referensi dalam menentukan langkah atau kebijakan bagi pemerintah dalam mengembangkan pembangunan di Indonesia.
Tidak ada tulisan yang disuguhkan sempurna tanpa adanya kesalahan, sama halnya dengan buku ini. Buku ini merupakan buku terjemahan, penyajian tulisan oleh penerjemah sedikit terasa rancu dan membuat pembaca perlu berfikir lebih keras untuk memahami makna dalam tulisannya. Selain itu juga ada beberapa tulisan yang typo. Namun, terlepas dari kekurangan tersebut buku ini sangat cocok dibaca sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan.
Editor : Nela Salamah
Benar sekali tentang kartu tani yang malah menyusahkan ketika membeli pupuk, karena saya merasakan sendiri susahnya.