Judul : Tumbuh dari Luka
Penulis : Indra Sugiarto
Penerbit : Loveable x Bhumi Anoma
Tahun Terbit : Desember 2019, Juni 2020
Tebal Halaman: 211 Halaman
Peresensi : Salsabila Septi Ariyani
Awal saya berniat membeli buku ini karena memang mengenal penulis melalui media sosial instagram. Dan kalau mau flashback lagi, penulis jadi salah satu motivasi saya saat dulu jadi #pejuangPTN xixi, kalian yang baca juga pernah jadi pejuang tersebut kan? Melalui media sosialnya Indra Sugiarto membagikan beragam motivasi dan kata-kata penghibur untuk para pejuang di luar sana. Kemudian dia menerbitkan buku pertamanya yang berjudul “Teman Berjuang” yang sudah saya tamatkan juga sebelum membaca buku “Tumbuh dari Luka” ini. Mungkin sebagian besar dari kita akan berpikir bahwa terluka itu sakit, dan bagaimana caranya kita dapat tumbuh dari luka tersebut? Malah kita bisa saja terinfeksi karena luka itu. Kalau kalian juga tersirat pikiran tersebut berarti kita sama lagi. Dan setelah membaca buku ini, persepsi kita mengenai luka ini juga tak akan berubah. Jadi kenapa kita harus baca buku ini ya?
Jika luka ibarat air panas maka kamu bisa memilih, apakah kamu akan jadi kopi yang mengharum saat dituang air tersebut. Atau jadi tomat yang hancur saat terkena air tersebut?
Kata-kata tersebut jadi pembuka sekaligus mengajak saya untuk berpikir sejenak sebelum membaca buku ini. Dan benar, setelah membaca buku ini air panas tetap jadi air panas, luka juga tetap jadi luka. Tetapi, akan ada sesuatu yang kamu temukan untuk bisa jadi kopi bukan tomat. Jika buku lain memiliki bab, buku ini memiliki lima fase yang sangat menyenangkan untuk dijelajahi.
“Kamu menyadari bahwa hatimu bodoh, hatimu lemah saat terlalu peduli”
Pertama: Fase terluka, ya benar kamu tidak salah dengar fase terluka. Kamu akan dijadikan tokoh utama oleh penulis dan kamu akan melihat dirimu yang terluka di fase ini. Kedua: Fase terdiam, setiap lembar yang kamu buka ketika sampai pada fase ini membuat kamu benar-benar terdiam. Ketiga: Fase berjalan, dengan keahlian penulis, kamu diajak mulai berjalan di fase ini. Tapi hati-hati memulai berjalan adalah suatu yang tidaklah mudah. Keempat: Fase berlari, capek? Iya fase ini kamu akan diajak capek oleh penulis. Dengan gaya bahasa khas, penulis membawamu dalam keadaan benar-benar berlari. Kelima: Fase tumbuh, ini jadi fase terakhir. Fase dimana seperti yang diharapkan, bahwa kamu dapat tumbuh dari luka yang kamu miliki sebelumnya. Mungkin lima fase yang ada dalam buku ini tidak akan cukup untuk menjadi pegangan atas segala permasalahan yang kalian hadapi. Tetapi, akan ada satu hal yang membuat tumbuh. Yaitu bagaimana kamu memandang dan merespons masalah tersebut.
Dunia tak perlu tahu. Betapa lemahnya kamu saat malam hari, betapa gelapnya mimpi buruk yang harus kamu lalui, dan betapa hatimu tertekan dengan segala kesemrawutan ini.
Buku dengan cover berwarna orange dengan tambahan ilustrasi tumbuhan yang tumbuh dari luka seorang ini bukan menjadi penuntun bagi pembaca. Kalian akan diajak menjadi tokoh utama dalam buku ini, dan setiap fasenya adalah sepotong kecil kehidupanmu. Untuk skala buku motivasi ini adalah buku yang benar-benar membuat kamu menikmati segala alurnya, dan bahkan kurang dari satu bulan saya sudah menamatkannya. Buku ini juga bisa jadi ladang curhatan kamu, karena di setiap fasenya disediakan beberapa halaman kosong yang dikhususkan untukmu bercerita. Seperti alasan kamu untuk berlari, nama orang yang selama ini berjalan bersamamu, apa saja kegagalanmu, dan masih banyak lagi. Buku ini juga cocok untuk kalian yang bisa disebut pemula dalam membaca buku, karena tata letak tulisan yang tidak monoton.
Selamat merantau untukmu yang akan pergi jauh, peluklah orang tuamu dan peluklah semua kenangan. Ciumlah tangan mereka, doa mereka juga yang akan menyelamatkanmu.
Buku ini jadi gambaran sederhana tentang sebuah perjalanan, terutama perjalanan yang penuh luka. Bagaimana memaknai perjalanan tersebut, dan bagaimana kamu mencoba tumbuh dari sebuah luka. Dan tidak ada kesempurnaa yang mutlak, sama halnya dengan buku bacaan ini. Kurangnya ilustrasi di setiap fasenya menjadi satu kelemahan buku ini. Dengan begitu, pembaca diminta untuk menerka dan membayangkannya sendri. Walau demikian, esensi dari setiap fase ini akan tetap didapatkan ketika membacanya. Jadi, kapan kamu akan mencoba duduk dan menelusuri setiap fase yang ada?
Dengarkan semua ceritaku, cerita perjalanan ini dibuat untukmu. Untuk kamu dengar. Sebelum aku pergi untuk selamanya. Aku mau kamu merekam semua ceritaku dalam kepalamu seperti sebuah film.
Editor: Alifah Marwa