Judul Buku : PHP (Politik Harapan Palsu)
Penulis Buku : Andi Setiadi
Penerbit Buku : IRiSoD
Tahun terbit : 2013
Tempat Terbit : Yogyakarta
ISBN/ISSN : 9786022554028
Kolasi : 180 Halaman; 14 x 20 cm.
Ikhtisar
Buku PHP (Politik Harapan Palsu) adalah buku yang berisi tentang kekecewaan seorang penulis kepada para kaum elite politik yang saling beradu dalam mengumbar janji-janjinya di panggung demokrasi namun janji yang diucapkan hanya sebatas strategi untuk mampu meraup suara sebanyak-banyaknya.
Andi Setiadi menyebutkan bahwa “Janji politik” yang sering kita dengar dalam setiap pemilihan umum (Pemilu) itu tak lebih hanyalah bagian dari instrumen politik yang sengaja dikonsep demi dan untuk kepentingan sesaat. Dan tidak memiliki korelasi sedikit pun dengan apa yang akan dilakukan para pemimpin, kecuali menumpuk materi sebanyak-banyaknya dan sepuas-puasnya.
Dalam buku ini juga memaparkan beragam contoh para pemimpin dari berbagai daerah dalam periode kepemimpinan yang gagal merealisasikan janji-janji politiknya. Misalnya saja Gubernur Banten; Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Kalimantan Barat; Cornelis dan lain sebagainya yang gagal dalam mengentaskan kemiskinan di daerahnya.
Andi Setiadi selaku penulis buku menyatakan persetujuannya tentang pendapat Frederic Nietzsche dalam Ernest Joos, Poetic Truth and Transvaluation in Nietzsche-Zarathustra: A Hermeneutic Study (1987), bahwa naluri manusia yang tidak pernah padam adalah kehendaknya untuk berkuasa. Kekuasaan tak jarang menyebabkan seseorang rakus sehingga menyebabkan hilangnya nilai-nilai kemanusiaan.
Para penguasa atau politikus di negeri kita cenderung skeptis terhadap realitas rakyatnya dan cenderung mementingkan kepentingan dirinya, persoalan kemiskinan yang seharusnya ditanggulangi justru diperparah dengan kasus korupsi yang mereka lakukan.
Selain itu, buku ini menjelaskan akibat dari banyaknya praktik politik dagang sapi (political merchandiser) yang dilakukan oleh para politikus seolah memberikan gambaran bahwa kekuasaan merupakan tempat yang menguntungkan. Dimana barangsiapa yang memiliki posisi penting di tubuh partai politik, maka bisa dipastikan nasibnya akan beruntung.
Maka tak heran jika persepsi masyarakat tentang politik tak lain adalah sebuah pertarungan menuju kekuasaan dan keberuntungan yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan sosial. Karena praktik politik dagang sapi tersebut yang diperagakan politisi di panggung-panggung kekuasaan, sehingga di mata rakyat, orang-orang yang berkecimpung di dunia politik pasti memiliki pemasukan yang banyak “ATM mereka gendut” begitu kira-kira celoteh rakyat
Buku PHP juga mengungkapkan kegelisahan penulis tentang jaminan sosial seperti kesehatan dan pendidikan yang belum diperoleh secara merata dan gratis oleh seluruh rakyat Indonesia, terutama rakyat yang tidak mampu. Namun ironisnya, jaminan sosial yang seharusnya menjadi hak seluruh rakyat justru dijadikan instrumen politik oleh segelintir elite demi mengumpulkan suara dan dukungan terbanyak dalam pesta demokrasi.
Pada dasarnya, kampanye merupakan instrumen politik yang tidak hanya menebar janji-janji, akan tetapi semacam penegasan terkait komitmen yang kelak akan dipikul di gelanggang politik tanah air. Namun faktanya selalu tidak berbanding lurus dengan apa yang diharapkan oleh undang-undang dan masyarakat.
Maka dalam konteks ini, kita bisa memahami fenomena golongan putih (golput) yang seolah menjadi jalan yang harus ditempuh sebagian rakyat karena mereka merasa dibodohi oleh janji-janji politik di setiap kampanye.
Dalam buku PHP juga tertulis mengenai pertanyaan sang penulis yang berupa “Apa itu yang dinamakan politik, dimana komitmen dan fakta tidak berjalan searah?” Pertanyaan itu terbesit sebab banyaknya komitmen yang dilontarkan oleh para pemimpin ketika diminta sumpahnya dalam pelantikan, namun faktanya banyak dari komitmen tersebut tak terealisasi sesuai dengan yang sudah dijanjikan sebelumnya.
Maka dalam buku ini menegaskan bahwa moral penting dijadikan sebagai basis dalam diri seorang pejabat atau pemimpin. Sehingga para pemegang kekuasaan menyadari bahwa kekuasaan adalah panggilan suci, dan seorang pemegang kekuasaan pantang mendedikasikan perjuangan dirinya semata hanya untuk meraih kepentingan pribadi yang bersifat pragmatis.
Lewat buku PHP, Andi Setiadi mampu menyampaikan sisi buruk dalam pesta demokrasi yang dilakukan oleh para kaum politis dimana janji yang sering digembar-gemborkan lewat baliho-baliho, sosialisasi-sosialisasi langsung ke masyarakat, atau pendekatan-pendekatan lainnya merupakan bagian dari dinamika politik dan tidak berhubungan dengan kewajiban menepatinya.
Sehingga lewat pengungkapan tersebut menjadikan masyarakat lebih selektif dalam memilih calon pemimpin dan memperhatikan track record calon pemimpin agar meminimalisir kemungkinan termakan oleh janji-janji politik calon pemimpin tersebut.
Namun dalam buku ini terdapat banyak kata asing yang tidak dijelaskan dalam buku, misalnya kata pragmatis, idealisme utopis, justifikasi. Selain itu, terdapat pengulangan halaman 104 dan halaman 107 tidak tercetak.
Penulis : Faiza Nadilah
Editor : Erna Hidayah