lpmalmizan.com -Malam yang sunyi dan siang yang terang silih berganti. Rasa suka, gelisah, cemas mulai hadir ketika beranjak dewasa. Mendengar banyak cerita orang lain kian membuat aku berpikir, bagaimana aku akan menghadapi masalah-masalah baru yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Dua tahun lebih aku tergabung dalam organisasi masyarakat, banyak hal baru yang aku temui dan aku rasakan.
Cerita ini adalah sepenggal kisah perjalanan hidupku, seorang remaja yang sedang mencari pengalaman melalui organisasi di masyarakat. Sebut saja namaku Niken, usiaku 18 tahun, dan saat ini aku seorang pelajar sekolah menengah atas (SMA).
“Kegiatan bulan ini apa nih?” Tanya Rika.
“Iya, seharusnya bulan ini kita ada bakti sosial kan?” Jawab Yoga sambil melihat buku agenda.
“Yaudah kita rapatkan aja besok.” Jawabku.
“Bisa, nanti buat pemberitahuan lewat undangan aja biar semua datang untuk bahas kegiatan bakti sosial.” Jawab Rizki selaku ketua organisasi.
Percakapan singkat itu berlalu, seperti biasa kita menghabiskan waktu di ruang sekretariat organisasi dari pagi menjelang petang. Ruang sekretariat kali ini terasa sepi karena sebagian anggotanya dari kalangan pekerja dan pelajar SMA yang memiliki kesibukan masing-masing. Dan biasanya akan ramai jika hari libur tiba. Walaupun beberapa dari kami usianya terpaut jauh, itu justru menjadikan kami tetap saling care bahkan bisa dikatakan sudah seperti keluarga.
Dalam kehidupan, sebisa mungkin banyak pengalaman harus kita dapatkan. Semakin tumbuh dewasa tentunya kita akan bertemu dengan hal-hal baru. Seperti bertemu dengan orang yang berbeda latar belakang, mulai dari orang yang sudah sukses dalam karir, pendidikan, maupun usahanya. Jadi, di usiaku yang semakin bertambah ini aku mulai penasaran dengan apa yang ada di dunia ini.
Satu hari berlalu, undangan sudah disebar melalui WhatsApp grup. Pagi menjelang siang semua pengurus berdatangan dengan raut wajah gembira. Karena memang biasanya ada orang-orang tertentu yang tinggal dalam satu desa, tetapi jarang bertemu dikarenakan kesibukan masing-masing. Rapat inilah yang menjadi kesempatan bagi mereka untuk berkumpul dan bertegur sapa.
“Sudah hadir semua belum?” Tanya Rizki.
“Kurang Rika, masih di jalan sepertinya.” Yoga menjawab sambil terus mengecek handphone-nya
“Tungguin aja paling sebentar lagi sampai.” Ucapku mengulur waktu.
Tak lama kemudian, Rika datang dengan napas yang begitu cepat. Sepertinya ia lari untuk menuju ruang sekretariat. Akhirnya semua sudah berkumpul, rapat pun berlangsung dengan suasana yang hidup. Tak terasa tiga jam berlalu, rapat selesai. Setelahnya ada yang memutuskan untuk langsung pulang dan ada yang duduk santai dulu di sekretariat. Aku memilih untuk tidak pulang karena tidak ada pekerjaan yang harus dikerjakan.
Setelah aku duduk dan menghabiskan waktu untuk berbincang, ternyata matahari mulai terbenam yang artinya aku harus kembali pulang ke rumah. Semua pengurus yang tersisa juga memutuskan pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa bakti sosial merupakan agenda terbesar dalam organisasi ini yang tentunya banyak menguras tenaga, maka diperlukan persiapan matang dari jauh-jauh hari. Dan sepertinya beberapa hari ke depan kami akan sering berkumpul di sekretariat guna persiapan kegiatan.
Satu minggu kemudian aku bertemu dengan Rekhan. Dia juga salah satu anggota organisasi, tapi setelah bekerja, ia jarang ikut kumpul dan tidak lagi aktif seperti sebelumnya.
“Hey Han, apa kabar?”
“Alhamdulillah, baik nih. Gimana organisasi masih jalan nggak?”
“Ish tetap jalan dong, kamu nih jarang aktif sekarang.”
“Iya nih, bingung bagi waktunya.”
“Minggu depan tuh ada acara bakti sosial, ikut aja.”
“Oke deh, aku sempetin buat ikut dan semoga aja bisa aktif lagi ya.”
Rekhan ini di organisasi terkenal dengan sifatnya yang playboy. Ia dulunya pernah mendekati Rika, tapi karena ia bukan kriteria cowok yang Rika sukai, akhirnya Rika memilih untuk menjauh. Setelah berberapa bulan juga Rekhan memilih untuk tidak aktif lagi selain alasan pekerjaan.
Tapi aku tidak begitu terpengaruh dengan omongan orang-orang mengenai Rekhan dan hanya berpikir yang baik–baik saja, toh setiap orang juga punya pandangan sendiri terhadap orang lain. Walaupun begitu doakan saja semoga dia bisa berubah menjadi lebih baik dan mulai aktif lagi di organisasi.
Karena kegiatan bakti sosial membutuhkan banyak tenaga kerja, maka Rizki mulai menghubungi pengurus yang kurang aktif. Aku juga meminta Rizki untuk bisa menghubungi Rekhan, barangkali Rekhan mau aktif lagi jika ketua organisasi yang menghubungi.
Menjelang satu minggu persiapan acara, pengurus yang kurang aktif menjadi kembali aktif, termasuk Rekhan. Tentunya, dengan bertambahnya jumlah tenaga akan mempermudah pekerjaan dan semoga lebih kompak lagi.
Akhir-akhir ini Rekhan sering bertanya tentang kegiatan, anehnya kenapa memilih untuk bertanya denganku, padahal bisa tanya Rizki yang pastinya lebih tahu. Tingkahnya itu membuat aku merasa ada yang beda dari Rekhan, tapi aku tak terlalu memikirkan itu. Mungkin saja karena dia jarang aktif dan bingung harus bertanya ke siapa.
Hari-hari berlalu dan semakin banyak teman yang mengatakan padaku, bahwa Rekhan itu suka dengan aku. Tetapi aku hanya anggap sebagai angin lalu saja dan berpikir itu hanya sebatas lelucon.
“Ken, kemarin Rekhan tanya-tanya tentang kamu nih.” Goda Rizki.
“Apaan sih Rizki jangan gitulah, kita semua kan cuma teman.”
“Tapi Ken, kayaknya emang suka beneran deh.”
“Tau lah, aku juga gak mau ngurusin yang begituan. Udah ya aku mau pulang mau maghrib juga takut kena marah ibu.”
Akhirnya aku pulang dengan perasaan gelisah, karena kembali terpikirkan anggapan orang-orang bahwa Rekhan itu Playboy. Aku mulai takut akan jadi korban selanjutnya. Tetapi aku tetap possitive thinking dan tak mau berpikir panjang tentang hal ini.
Beberapa malam kemudian Rekhan sangat sering menghubungiku lewat WhatsApp, tapi aku hanya memperlakukan seperti layaknya teman biasa. Memang sih semakin hari pesan yang ia kirim merujuk ingin menyatakan perasaannya, tapi selalu aku alihkan ke pembicaraan yang lain.
Tepat Hari Minggu kegiatan bakti sosial diadakan, semua bergegas dengan tugasnya masing-masing. Acara ini berlangsung sampai sore dan terlaksana dengan baik. Tapi ada hal yang menurutku aneh tentang Rekhan dan itu membuatku sedikit tidak nyaman. Sepanjang kegiatan berlangsung, Rekhan terlihat lebih memperhatikanku begitu pun yang teman-teman rasakan.
Dua hari setelah itu, aku bertemu Rika yang sedang duduk di depan teras rumah. Aku menghampirinya, lalu Rika bertanya denganku tentang hubungan aku dan Rekhan. Kemudian aku menjelaskan bahwa aku tidak mempunyai hubungan lebih dengan Rekhan dan hanya sebatas teman.
“Coba kamu liat nih,” ucap Rika sambil menunjukan handphone-nya.
“Loh kok gini, maksudnya apa coba?” Aku kaget dan heran setelah melihat apa yang ditunjukkan Rika.
“Makanya aku tanya kamu terus dan aku merasa kaya ada yang salah, karena aku paham kamu tuh orangnya gimana.”
Aku merasa heran dan tidak tahu lagi harus bagaimana, ternyata banyak foto-fotoku saat kegiatan kemarin diunggah di media sosial dengan caption yang menunjukkan aku dan Rekhan mempunyai hubungan yang dekat. Setelah aku tahu hal itu, aku benar-benar merasa terpuruk dan rasanya sangat malu.
Setelah itu, semakin banyak teman-teman yang bertanya mengenai hal tersebut. Aku tidak tahu mengapa Rekhan melakukan itu sedangkan aku sama sekali tidak memiliki perasaan sedikitpun kepada Rekhan.
Rasanya sangat membingungkan, akhirnya aku memberanikan diri untuk tanya langsung kepada Rekhan. Sebenarnya aku tak mau lagi bertemu dengannya setelah apa yang ia perbuat. Ketika aku meminta bertemu di taman, Rekhan tidak datang dan beberapa hari selanjutnya Rekhan tidak bisa dihubungi.
Hari-hari selanjutnya berlalu tanpa ada kejelasan dan permintaan maaf dari Rekhan. Hal itu menjadikan hari-hari rasanya sulit untuk dijalani. Rasa malu dan gelisah itu selalu hadir. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak keluar rumah, dan aku tinggalkan semua kegiatan. Ini kali pertama aku mengalami sesuatu yang membuatku takut untuk bertemu orang lain, karena sebelumnya aku memang belum pernah dekat dengan seorang laki-laki. Namun adanya kejadian ini seketika membuatku berpikir, apa laki-laki memang suka menyakiti perempuan?
Rika dan beberapa teman organisasi datang ke rumahku, mereka bertanya mengapa aku yang biasanya aktif ikut kumpul tetapi sekarang jarang kelihatan. Mereka memberikan support dan mendengarkan dengan baik keluh kesah yang belum pernah aku ungkapkan kepada orang lain. Di sini aku merasa punya tempat untuk pulang sehingga aku tidak merasa sendiri dan percaya bahwa masih ada orang-orang yang mendukungku.
“Kamu yang sabar yah, Ken.” Rika memelukku dan menepuk-nepuk lembut punggungku memberi kesan tenang.
“Kalau kamu sedih terus itu artinya kamu putus asa dan berhenti sampai sini.”
“Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Kita semua di sini, percaya dan siap bantu kamu kok.” Ucap temanku yang lain.
“Iya, aku juga percaya kalian bakalan bantu aku. Sekarang aku sudah merasa lebih baik kok.”
“Nah gitu, Niken yang kita kenal tuh kuat dan nggak gampang putus asa juga.”
“Iya bener banget.”
Aku kini paham bahwa semua orang memiliki sikap dan perbuatan yang berbeda–beda. Jadi kita tidak boleh menyamaratakan hanya dengan satu sudut pandang saja, karena buktinya masih ada teman-teman yang support dan baik kepadaku. Rekhan mungkin ingin menyampaikan perasaannya dengan cara yang beda dari lainnya, tetapi cara yang dia pakai justru kurang tepat dan tidak memikirkan bagaimana kedepannya.
Aku yakin bahwa semua yang terjadi beberapa hari yang lalu sampai hari ini memang sudah ditakdirkan untukku. Semua hal yang terjadi juga tidak akan pernah kembali ke awal lagi dan penyesalan hanya akan membuang-buang waktu saja. Aku hanya butuh waktu untuk berpikir bagaimana mengatasi masalah dan mencoba berdamai setelahnya. Seiring berjalannya, ruang waktu yang akan selalu menjadi bukti nyata bahwa aku bisa menjalani dan melewati semua ini .
Penulis : Putik Intan Setyani
Editor : Erna Hidayah