Siang itu langit terlihat cerah. Mentari pun menampakan senyum indahnya, di bawah pohon beringin seorang gadis berkulit sawo matang berambut hitam panjang serta cantik rupanya sedang berjalan mondar-mandir dengan secarik kertas yang ia genggam.
Sehari yang lalu ada tamu berpakaian jubah hitam datang ke rumahnya. Tamu itu disambut oleh sang gadis dengan ramah dan senyuman. Dia tahu bahwa yang datang ialah teman dari ayahnya seorang pendeta. Karena baiknya gadis itu, tamu memberinya secarik kertas berisi mantra yang jika dibacakan bisa memanggil Dewa Surya. Si gadis pun menerimanya dengan muka sedikit meragukan perkataan teman ayahnya.
Gadis itu namanya Kunti, merupakan anak dari Surasena – Raja Wangsa Yadawa. Karena rasa penasarannya dengan mantra yang diberikan oleh teman ayahnya, Kunti pun mencobanya.
“Tidak ada salahnya aku mencoba, daripada mati penasaran,” gumam Kunti dalam hatinya.
Kunti melangkahkan kakinya bergeser dari bawah pohon menuju bawah mentari. Perlahan matanya ia pejamkan, dan sesekali menghela nafas yang panjang. Mulutnya mulai membuka , kalimat-kalimat mantra mulai ia lantunkan dengan perlahan.
Tak lama sinar mentari makin terang menyinarinya. Tangan Kunti spontan menutupi matanya yang terkena sinar. Samar-samar Kunti melihat bayangan di balik cahaya.
“Kau sudah memanggil Ku,” terdengar dari arah langit.
“Siapa kau!” sahut Kunti.
“Aku Dewa Surya penguasa cahaya langit, terima kasih telah memanggilku dengan mantra itu, aku akan memberikan suatu hadiah untukmu,” cakap Dewa Surya.
“Hadiah apa yang akan kamu berikan kepadaku wahai Dewa Surya?” tanya Kunti.
“Aku akan memberimu seorang anak,” jawab Dewa Surya.
Kunti terkejut dengan apa yang ia dengar. Kemudian Kunti berkata bahwa ia hanya sekedar mencoba-coba mantra yang diberikan oleh teman ayahnya. Lagi pula ia juga seorang gadis, dan mana mungkin bisa mempunyai anak tanpa suami. Dewa Surya pun berkata bahwa mantra itu bukan main-main maka Dewa Surya akan tetap memberikan dia seorang anak. Karena Kunti masih gadis, Dewa Surya memberinya anak namun tidak menghilangkan keperawanan Kunti.
Tak lama lahirlah seorang anak dari bagian telinga Kunti. Anak itu bersinar layaknya sinar surya, badannya sudah berpakaian rompi emas dan kedua telinganya ber-anting emas.
“Rawatlah anak itu, kelak dia akan menjadi seorang kesatria, kuat, pintar dan, dermawan. Aku segera pergi dari sini.” Kata Dewa Surya sebelum meninggalkan Kunti dan anaknya.
Kunti yang merupakan seorang gadis dari kalangan terpandang kemudian merasa malu jika ia mempunyai anak, sedangkan tidak mempunyai suami. Karena itu, Kunti memutuskan untuk menghanyutkan putranya ke sungai. Sebelum dihanyutkan Kunti memberi nama bayi itu dengan nama Karna. Kemudian diletakkan bayi itu ke dalam peti yang kemudian dihanyutkan di Sungai Ganggan.
Sehari sudah kotak yang berisi bayi hanyut di Sungai Ganggan. Seorang kusir kuda bernama Adhirata melihat kotak tersebut, karena penasaran ia mengambil kotak dari sungai itu. Terkejut dan bahagia tatkala dia melihat bayi dalam kotak itu. Dari perhiasan yang dipakai bayi, kusir itu tahu bahwa bayi itu bukan bayi biasa dan nantinya pasti akan menjadi orang yang hebat. Si kusir memutuskan untuk merawat bayi itu, yang kemudian diberi nama Basusena
***
20 tahun sudah Basusena hidup bersama orang tua angkatnya. Basusena tumbuh menjadi anak yang cerdas dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Setiap hari Basusena membantu merawat kuda dan sesekali menggantikan ayah angkatnya menjadi kusir kuda. Sehingga Basusena dijuluki dengan Sutaputra yang artinya anak kusir. Namun, ia lebih dikenal dengan sebutan Radheya, yang bermakna “Anak Radha” Istri Adirata.
Tapi ada suatu keinginan besar dari Radheya, yaitu menjadi perwira kerajaan. Karena Radheya melihat bahwa para perwira kerajaan hidup sebagai kesatria, dengan segala pujian dan posisi yang strategis dalam kerajaan. Untuk itu, Radheya bertekad belajar ilmu kepada Guru Drona yang merupakan guru yang mengajari Kurawa dan Pandhawa. Guru yang mengajari para kesatria hebat di Negeri Hastinapura. Singkat cerita, berangkatlah Radheya menemui Drona yang hendak ia jadikan gurunya.
Sesampainya di padepokan, Radheya takjub melihat proses pelatihan yang ada di dalam. Belum sempat masuk Radheya bertemu dengan seseorang yang sedang duduk di dekat gerbang.
“Hai anak muda, hendak apa kau kesini. Apa kau ingin berlatih dengan Drona, Murid Parasurama?” Tutur orang yang berada di dekat gerbang.
“Iya,” jawab singkat Radheya agak malu.
“Semoga kamu beruntung,” kata orang tersebut sambil berjalan pergi.
Sesampainya di dalam padepokan, Radheya menemui guru Drona untuk menjadi muridnya.
“Salam sembah sungkem guru, aku Radheya hendak mendaftarkan diri menjadi muridmu.” Kata Radheya kepada Drona
“Radheya, aku tahu kamu adalah anak dari Adhirata seorang kusir. Pantaskah kau berada disini berlatih dengan anak raja-raja, pergilah kau cari guru lain yang sepadan denganmu.” Jawab Drona sambil meninggalkan Radheya.
Keinginan Radheya untuk menjadi murid Drona ditolak mentah-mentah karena ia seorang anak kusir. Namun, keinginan Radheya untuk menjadi perwira kerajaan masih tetap tinggi. Radheya teringat dengan perkataan seseorang yang ditemuinya di depan padepokan, yang berkata bahwa Drona adalah murid Parasurama. Maka Radheya berfikir jika belajar dengan gurunya Drona, Ia akan bisa lebih baik daripada belajar dengan Drona.
Radheya kemudian berguru kepada Parasurama, namun Radheya mengaku sebagai brahmana ketika mendaftarkan dirinya menjadi murid Parasurama. Akhirnya Radheya belajar dengan Parasurama dengan mempelajari ilmu ilmu untuk menjadi perwira kerajaan. Suatu hari Radheya sedang istirahat dengan Parasurama di dalam gua. Parasurama tertidur di pangkuan Radheya, tanpa sadar ada serangga yang menggigit Radheya sehingga tubuhnya bengkak dan berdarah. Namun Radheya menahan rasa sakit yang dialami karena tidak enak dengan Parasurama yang sedang tidur di pangkuannya.
Tak lama kemudian Parasurama terbangun dari tidurnya. Lalu melihat banyak darah yang dikeluarkan oleh Radheya dari tubuhnya. Parasurama akhirnya mengerti bahwa Radheya sudah berbohong bahwa dirinya seorang brahmana. Karena hanya seorang kesatria yang sanggup menahan rasa sakit seperti itu. Karena sudah merasa dibohongi oleh Radheya, akhirnya Parasurama mengutuk Radheya bahwa ia tidak akan bisa mengeluarkan semua ilmu yang sudah dipelajari darinya pada saat dibutuhkan di waktu hidup dan mati.
Setelah kejadian itu Radheya pulang dari perguruannya dengan Parasurama. diperjalanan pulang Radheya menaiki kereta kuda bersama ayah angkatnya. Radheya menjadi kusir dalam perjalanan pulang tersebut. Nasib sial dialami Radheya, dia menabrak sapi milik seorang brahmana yang sedang menyebrang jalan. Alhasil sapi tersebut mati, brahmana yang melihat sapinya mati, langsung mengutuk Radheya.
“Saya bersumpah kamu akan mendapat sial karena telah menabrak sapi. Kereta kudamu akan masuk ke dalam lumpur ketika kamu berperang,” kata brahmana sambil menangis.
Radheya yang karena ketidaksengajaan menabrak sapi hanya bisa terdiam, dan berusaha meminta maaf kepada brahmana tersebut.
***
Sebulan kemudian Radheya yang sudah berada dirumah, mendapatkan kabar bahwa akan diadakan lomba memanah yang berada di kerajaan. Mendengar hal itu Radheya ingin sekali mengikuti kompetisi tersebut. Radheya kemudian memberanikan diri menuju arena kompetisi yang berada di area kerajaan. Sesampainya disana ternyata pertandingan sudah selesai. Hasil dari kompetisi tersebut dimenangkan Arjuna sebagai pemanah terbaik. Radheya yang memang sudah bertekad untuk ikut kompetisi tersebut langsung menantang Arjuna untuk kompetisi memanah. Dengan aturan siapa yang masih hidup sampai permainan berakhir dialah pemenangnya. Drona yang menjadi juri dalam kompetisi tersebut, kemudian menolak permintaan dari Radheya dengan alasan bahwa Radheya adalah seorang anak kusir dan orang biasa, tidak setara dengan Arjuna yang merupakan anak raja. Mendengar hal itu Radheya yang awalnya bersemangat langsung tertunduk malu.
Tiba-tiba dari belakang datang seseorang yang bernama Duryadana dengan lantang berbicara bahwa dia akan mengangkat Radheya sebagai raja di kerajaan Angga.
“Sudah pantaskah dia untuk menantang Arjuna, karena keberanian bukanlah sepenuhnya milik ksatria tapi untuk semua orang. Radheya akan aku angkat menjadi raja didaerah Angga. Mulai hari ini aku ikrarkan Radheya sebagai Raja Angga.” Ucap Duryadana dengan lantang.
Kemudian pertandingan memanah pun dilakukan antara Arjuna dan Radheya dengan batas waktu hingga terbenamnya matahari. Pertarungan berjalan dengan sengit Arjuna dan Radheya saling serang hingga matahari hampir terbenam belum ada pihak yang kalah atau menang. Akhirnya Destarata ayah dari Duryadana menghentikan pertandingan mereka karena matahari telah tenggelam, dengan hasil pertandingan yang seimbang.
Disaat itu Kunti yang juga sedang menyaksikan pertandingan itu, mengetahui bahwa Radheya adalah anaknya yang dulu ia buang ke sungai. Kunti pun pingsan karena sangat terharu dan menyesali perbuatannya dahulu. Dari hal itu Radheya mengetahui Kunti adalah ibu kandungnya dan Arjuna merupakan saudaranya. Namun Radheya tidak memperdulikan mereka dan bersama Duryadana kemudian pergi dari tempat tersebut menuju kerajaan Angga yang akan dipimpin oleh Radheya.
***
Kehidupan Radheya berjalan dengan baik sebagai raja Angga. Radheya menjadi raja yang dermawan kepada siapa saja. Hal tersebut terjadi karena Radheya sudah bersumpah kepada kedua orang tua angkatnya bahwa dia akan menjadi orang dermawan. Apa saja yang hendak orang minta darinya akan Radheya berikan. Karena Radheya berasal dari kalangan bawah dan sudah merasakan betapa susahnya orang-orang yang membutuhkan.
Suatu hari Radheya diajak Duryadana dan kawan-kawanya untuk berkumpul. Mereka merencanakan untuk mengambil alih kerajaan Indraprahasta milik para pandawa. Radheya yang sudah mengetahui bahwa Pandawa adalah saudara-saudaranya sendiri tetap mengikuti rencana Duryadana. Karna Radheya berpikir dan merasa banyak hutang budi kepada Duryadana. Ketika Radheya dihina Duryadhana hadir membelanya, ketika Radheya membutuhkan bantuan Duryadana selalu ada untuk dia. Bahkan, Duryadana memberikan posisi raja kepada Radheya tanpa ada syarat apapun.
Rencana perebutan kerajaan Indraprahasta kemudian dijalankan. Duryadana bersama Kurawa yang lainya menantang Pandawa untuk bermain dadu. Tantangan tersebut akhirnya diterima oleh Pandawa. Permainan pun dimulai, dari awal hingga akhir pihak pandawa tidak menjumpai kemenangan sedikitpun. akhirnya semua harta Pandawa termasuk kerajaan dan seluruh isinya menjadi milik Duryadana. Bahkan istri pandawa Drupadi juga menjadi hak milik Duryadana.
Disana pandhawa diperlakukan buruk akibat kekalahan yang dialaminya, mereka disuruh telanjang bulat semua. Kecuali Drupadi, dia menolak untuk melepaskan pakiannya. Radheya yang masih sedikit mempunyai sakit hati kepada Drupadi ikut memojokan Drupadi dengan mengatakan bahwa Drupadi adalah wanita pelacur yang mempunyai lima suami. Duryadana pun semakin menjadi-jadi dan memaksa Drupadi untuk menanggalkan pakaiannya. Beruntung Kresna datang tepat waktu untuk menyelamatkan Drupadi sehingga dia tidak jadi ditelanjangi.
Seusai kejadian tersebut, Derestarata yang masih mempunyai hati memberikan ampunan kepada Pandawa. Sehingga, semua harta yang diambil kurawa dikembalikan lagi kepada pandawa. Keputusan itu membuat Duryadana marah, sehingga dia memutuskan untuk mencurangi lagi Pandawa dengan bermain dadu, tapi yang kalah harus diasingkan ke hutan selama 12 tahun dan satu tahun penyamaran baru bisa kembali lagi ke istana pada tahun ke 14. Akhirnya tantangan itu diterima kembali oleh Pandawa sebagai seorang kesatria. setelah bermain kembali akhirnya Pandawa harus menerima kekalahan dan menerima hukuman. Kerajaan Indraprahasta akhirnya dipimpin oleh kurawa.
***
Empat belas tahun berlalu, pandawa telah menyelesaikan hukumannya. Mereka bertekad untuk mengambil kembali kerajaan mereka. Pandawa mendatangi Kurawa untuk mengambil hak mereka, namun ditolak secara mentah-mentah. Akhirnya Pandawa dan Kurawa resmi mengadakan peperangan untuk merebutkan Indraprahasta.
Sebelum terjadi peperangan, Kresna dari pihak pandawa menemui Radheya untuk mengajaknya bergabung ke pihak Pandawa. Kresna beralasan bahwa Pandawa adalah saudara-saudaranya. namun Radheya tetap pada pendiriannya untuk membela Kurawa. Lalu datanglah Kunti menemui Radheya juga untuk mengajaknya ke pihak Pandawa.
“Karna, pandawa itu saudaramu, mereka adik-adikmu, kau adalah kakak tertua mereka. Bergabunglah dengan mereka!” Ucap Kunti kepada Radheya.
Dengan rasa hormat dan amarah yang ditahan dalam diri Radheya, ia mengatakan dengan lembut bahwa, Bagaimana aku bisa memihak kalian jika disaat susah kalian tidak ada, disaat aku dihina kalian menertawakanku, disaat aku membutuhkan sosok ibu aku dibuang. Aku akan tetap bersama Duryadana, dia yang sudah mengangkatku dari hinaan-hinaan orang, dia yang ada ketika aku sedang jatuh. Tapi tenang saja aku takkan membunuh lima anakmu. Pada saatnya nanti aku atau Arjuna yang akan mati.
***
Tujuan Radheya dalam perang untuk membunuh Arjuna terdengar oleh Indra yang merupakan Ayah Arjuna. Indra tahu bahwa Radheya mempunyai rompi emas yang tidak dapat ditembus oleh senjata apapun. untuk itu Indra membuat siasat untuk mengambil pusaka dari Radheya. Karena Radheya bernah bersumpah bahwa dia akan memberikan apapun yang diminta orang kepadanya. Siasat Indra diketahui oleh Dewa Surya ayah dari Radheya dan diberitahukan lewat mimpi, namun Radheya tidak terlalu merisaukan perkataan Dewa Surya.
Pada saatnya Indra menyamar sebagai brahmana miskin. Lalu dia menemui Radheya dan meminta anting dan rompi emasnya. Karena jiwa kesatria yang tinggi atas sumpah yang pernah dia ucap, Radheya memberikan anting dan rompi emas yang sudah tertanam ke dalam tubuhnya dari kecil. Karena terharu, Indra memberikan senjata berupa tombak sakti yang bernama Wasawisakti, Namun senjata itu hanya bisa digunakan satu kali. Radheya kemudian menghela nafas dan berterimakasih kepada Indra. Radheya berharap dengan senjata itu bisa membunuh Arjuna.
***
Peperangan pun terjadi, perang besar antara Kurawa dan Pandawa. Radheya tidak langsung bergabung ke peperangan sejak awal. Hal itu terjadi karena beberapa masalah yang terjadi antara Radheya dengan Bisma yang menolak melakukan peperangan bersama. Akhirnya Bisma yang menjadi panglima perang memimpin pasukan kurawa. Pada hari kesebelas, Bisma gugur dalam peperangan. Kemudian Radheya datang untuk membantu pasukan Kurawa.
Hari keempat belas tiba, pandawa yang sudah terpojok mengeluarkan Gatotkaca untuk memporak porandakan pasukan kurawa. Alhasil Duryadana terluka parah dan menyuruh Radheya untuk membunuh Gatotkaca dengan tombak pusakanya. Karena itu permintaan Duryadana, akhirnya Radheya menyetujui untuk menggunakan tombak yang seharusnya ia gunakan untuk membunuh Arjuna digunakan untuk membunuh Gatotkaca. Radheya kemudian melemparkan tombaknya dan mengenai dada Gatotkaca sehingga langsung mati ditempat.
Dengan digunakannya tombak tersebut Radheya sudah tidak lagi mempunyai pusaka apapun. Ia hanya bisa menggunakan ilmu yang ada dalam dirinya. Pada hari ketujuh belas Radheya bertemu Arjuna di medan pertempuran. Arjuna memanah ke arah Radheya dan mengenai kereta kudanya sehingga roda kereta terjerembab ke lumpur. seketika kutukan-kutukan yang didapat Radheya dahulu berkumpul menjadi satu. Radheya Pun lupa ilmu-ilmu perang yang diajarkan oleh Parasurama.
Radheya Pun turun dari kereta untuk mendorongnya agar bisa digunakan kembali. Pada saat itu Arjuna dari kejauhan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membunuh Radheya dengan cara memanahnya. Namun, Arjuna ragu-ragu ketika ingin melesatkan anak panahnya karena Radheya masih dalam keadaan lemah. tapi, dengan nasihat Kresna yang menjadi kusir keretanya meyakinkan Arjuna untuk segera membunuhnya.
Anak panah pun dilesatkan Arjuna tepat di leher Radheya. Saat itulah Radheya jatuh tersungkur gugur dalam perang.
Editor : Daniel Alif