Tepatnya hari dimana umat Kristiani melaksanakan ritual keagamaannya, ledakan bom itu terjadi lagi. Entah yang keberapa kalinya aksi ledakan bom bunuh diri di Indonesia ini dilakukan oleh orang-orang yang saya sendiri tidak habis pikir apa sebenarnya ideologi yang mereka anut. Rangkaian pengeboman yang baru-baru ini terjadi di Surabaya sungguh sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak, pengemboman itu dilakukan di tiga tempat ibadah (baca: gereja) yang diledakkan secara bersamaan. Tragisnya pelaku pengeboman itu ialah satu keluarga yang memeluk agama Islam. Maka tak heran jika kemudian ada yang beranggapan bahwa ini adalah aksi radikalisme ataupun terorisme yang berlabelkan Islam.
Berbicara terkait radikalisme Islam, radikalisme sendiri ialah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka (Nasution, 1995:124). Sedangkan Islam adalah agama kedamaian yang mengajarkan sikap berdamai dan mencari perdamaian (Nurcholis Madjid, 1995:260). Maka terminologi radikalisme Islam sama sekali tidak selaras dan tidak seia sekata dengan arti dari radikalisme dan Islam itu sendiri.
Islam sebagai agama dan sebagai doktrin selalu mengajarkan untuk hidup rukun, menyebarkan pesan ke-Tuhan-an kepada seluruh penduduk bumi bahwa setiap perbuatan perusakan dan kedzaliman sama sekali tidak dibenarkan. Islam mengajarkan tidak hanya soal hablumminallah saja melainkan juga hablumminannas. Bagaimana kita berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik terhadap orang-orang di sekitar kita, baik sesama Islam maupun non Islam. Bahkan tidak hanya sampai disitu saja, Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad juga mengajarkan bagaimana seharusnya kita sebagai umatnya memperlakukan binatang dengan baik.
Pernah suatu ketika Rasulullah melewati seekor unta yang punggungnya menempel dengan perutnya (artinya: kelihatan begitu kurus karena tidak terurus). Beliau bersabda “Bertakwalah kalian kepada Allah pada binatang-binatang ternak yang tak bisa berbicara ini. Tunggangilah ia dengan baik-baik, makanlah pula dengan cara yang baik.” (HR. Abu Daud)
Begitulah wajah Islam yang sebenarnya, wajah Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang memberi rahmat kepada segala apa yang ada di alam ini. Sebagaimana Gusdur, dalam bukunya mengenai Universalisme Islam dan Kosmopolitanisme Peradaban Islam, mengatakan bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan dan hal-hal yang sifatnya anarkis. Sehingga ketika ada kelompok tertentu yang melakukan aksi brutal dan anarkis dengan membombardir tempat ibadah umat agama lain sama sekali tidak bisa dikatakan Islam karena memang itu bukanlah Islam.
Dengan diledakkannya ketiga bom itu dalam waktu yang bersamaan mengindikasikan bahwa sebenarnya jaringan teroris di Indonesia ini benar-benar nyata dan bukan hanya rekayasa semata. Gerakan-gerakan radikal ini harus segera ditumpas habis sampai ke akar-akarnya. Karena jika tidak, selain memakan banyak korban jiwa juga bisa menebarkan virus atau paham ideologi yang cacat. Dan mewabahnya ideologi yang cacat inilah yang sangat berbahaya karena bisa menyebabkan Indonesia mengalami kepailitan dalam membangun bangsanya.
Nampaknya teroris itu kini semakin eksis dan optimis (bahwa mereka pasti masuk surga). Melihat semakin merajalelanya paham radikal ini, memang tidak mudah menumpasnya seperti kita menumpas pohon pisang. Lalu bagaimana agar kita bisa menumpas brutalisme, radikalisme, dan terorisme ini? Persatuan dan kesatuan mungkin itulah salah satu jawabannya. Dengan bersatunya semua elemen masyarakat baik TNI, POLRI, ulama, pemerintah dan juga warganya diharapkan bersama-sama mampu memerangi terorisme dan radikalisme tersebut. Negara tidak boleh kalah terhadap para teroris.
Asas persatuan ini dirasa sangat perlu. Sedangkan asas persatuan dan kesatuan Indonesia tak lain ialah pancasila. Maka sudah seyogyanya kita kembali kepada pancasila. Persatuan ibarat sapu lidi. Sapu lidi terdiri dari puluhan lidi. Satu lidi tidak akan bisa apa-apa karena satu lidi itu rapuh. Tetapi sapu lidi mampu menyapu apa saja karena sapu lidi sifatnya lebih kokoh daripada satu lidi. Maka jadilah kita seperti sapu lidi untuk menyapu terorisme dan radikalisme. Jangan mau kalah dengan pasukan yang berani berjuang untuk mati. Sebaliknya kita harus berani berjuang untuk hidup. Keep fighting []