Adakah seorang yang Anda cintai, dan Anda berani melakukan apapun untuknya?
Adakah seorang yang mencintai Anda, dan berani melakukan apapun untuk Anda?
Adakah alasan untuk Anda tetap hidup di hari esok?
Tiga pertanyaan sederhana ini yang Asep Haerul Gani gunakan untuk mengawali perkenalan kami dengan logoterapi. Tampak seperti pertanyaan sederhana memang, tapi sadarkah Anda bahwa pertanyaan ini sangat mendalam? Satu saja jawaban dari ketiga pertanyaan itu adalah “tidak” maka Anda patut menanyakan kepada diri Anda sendiri, “Apa makna hidup saya?”.
Baiklah, ini bukan saatnya untuk Anda merenungkan makna hidup Anda, akan tetapi mari kita berkenalan dengan logoterapi. Saya tidak akan mengulas logoterapi secara teori, namun saya lebih mengulas pengetahuan yang saya dapatkan setelah mengikuti seminar yang diberikan oleh Pak Asep, pakar pembelajaran Ericsonian Hypnoterapy di Indonesia.
Saat itu saya menghadiri seminar yang diadakan oleh fakultas saya, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah. Sejak awal, saya tertarik lantaran tema yang diusung yaitu “Logoterapi: Metode Alternatif bagi Bimbingan Konseling dan Psikoterapi Islam”. Tema ini tentu sejalan dengan jurusan saya, Bimbingan Penyuluhan Islam. Namun ketertarikan saya lebih kepada bagaimana terapi itu bekerja hingga seorang dapat menemukan makna hidupnya. Pak Asep, pemateri seminar itu memulai penjelasan logoterapi dengan ketiga pertanyaan di atas. Lantas, kami terhanyut ke dalam cerita yang ia suguhkan.
Suatu ketika datang seorang teman Pak Asep, yang tak lain adalah adik dari seorang pengusaha sukses di Jakarta. “Kakak saya mau bunuh diri, tolong temui dia,” katanya kepada Pak Asep. Saat itu juga Pak Asep mendatangi rumah pengusaha itu. Sambil mengeluarkan beberapa peralatan untuk bunuh diri dari dalam tasnya, Pak Asep berkata kepada pengusaha itu, “Bapak mau bunuh diri dengan alat yang mana? Silet ini? Mari pak, saya bantu untuk menyayat-nyayat kulit bapak. Atau dengan jarum ini, pak? Saya bantu juga untuk menusuk-nusuk tubuh bapak”. Si pengusaha pun ketakutan dan ia mulai bercerita. “Saya ini bukan orang susah, pak. Saya memiliki banyak perusahaan dan sudah saya bagikan untuk masing-masing anak saya. Tetapi sekali pun saya tidak pernah mendapatkan ucapan terimakasih dari mereka. Buat apa saya hidup, Pak? Saya hanya seperti ATM berjalan bagi mereka. Lebih baik saya mati saja,” jelasnya panjang lebar.
Singkat cerita, Pak Asep membawa pengusaha tersebut ke sebuah jalan yang mana di sana terdapat banyak pekerja lepas yang tertidur lelap di pinggir jalan. Mereka bekerja untuk sebuah proyek penggalian jalan. Saat itu sudah tengah malam dan mereka membangunkan salah satu pekerja tersebut. “Bapak sudah makan?” tanya Pak Asep. Pekerja itu mengaku bahwa mereka semua belum makan kemudian Pak Asep meminta pengusaha itu untuk mengeluarkan uang seratus ribu yang sebelumnya sudah ia minta kepada pengusaha saat mereka masih di rumah. “Pak, tolong belikan mereka semua makanan di warteg sana dengan uang yang tadi saya minta,” Pak Asep mengarahkan si pengusaha ke warteg. “Loh,apakah cukup cuma dengan uang seratus ribu?” pengusaha kebingungan karena jumlah pekerja tersebut belasan orang.
Setelah diyakinkan oleh Pak Asep bahwa uang seratus ribu cukup untuk makan di warteg, pengusaha itu pergi membeli makanan untuk sejumlah pekerja di sana. Sesampai di sana, mereka makan bersama-sama termasuk pengusaha tersebut. Betapa dia terkejut, dia menemukan apa yang ia inginkan selama ini. Raut muka terimakasih kepada pengusaha ditunjukkan dari para pekerja yang makan dengan lahap. “Pak Asep, baru kali ini saya merasa sebahagia ini pak,” si pengusaha terharu dan dia menjadi lebih bersemangat menikmati makanannya. Setelah kejadian ini, si pengusaha tak lagi ingin bunuh diri. Bahkan saat ini, dia mendedikasikan diri dan aktif dalam kegiatan sosial.
Inilah logoterapi. Bahwa seorang akan benar-benar hidup tatkala ia memiliki makna hidup. Manusia memiliki kebebasan. Bukan kebebasan dari (sesuatu) akan tetapi bebas dalam mengambil sikap, bebas untuk berbuat. Berbuat untuk mencari makna, sebuah makna hidup. Saya rasa, seorang dapat menemukan makna hidupnya melalui apapun. Dalam arti, kita bisa menemukan apa yang kita inginkan untuk menjadi “hidup” melalui banyak cara. Tidak hanya dari seorang yang kita harapkan, tapi bisa jadi masih banyak orang di luar sana yang membutuhkan keberadaan kita.
Makna hidup seorang tidak hanya bisa didapat dengan melakukan hal besar. Pekerjaan kecil apapun, menolong orang misalnya dapat memberikan makna tersendiri bagi individu yang kita tolong. Seorang pengemis, mungkin saja mereka butuh penghargaan. Barangkali hal ini menjadi salah satu masalah dalam kehidupan mereka. Sebagai sesama, kita bisa membantu mereka menemukan makna hidup dengan memberikan penghargaan atau menghargai pengemis. Tidak hanya melalui pemberian berupa materi yang banyak, namun dengan menganggap mereka sebagai saudara (tidak memandang sebelah mata) pun sudah termasuk menghargai mereka. Muara penemuan makna hidup ini adalah bahagia.
Bukankah hidup bahagia yang kita dambakan?
Kembali kepada tiga pertanyaan awal, apakah hidup Anda saat ini sudah bermakna?
“Man is not free from his conditions, but he is free to take a stand towards his conditions.” ~Victor Frankl