Menjelang dimulainya kegiatan perkuliahan semester genap tahun ajaran 2017/2018 IAIN Pekalongan mengadakan kegiatan Studium General (read: SG) pada hari Kamis, 1 Februari 2018 di Auditorium IAIN Pekalongan, yang dihadiri oleh civitas akademika IAIN Pekalongan. Tema yang diangkat dalam acara Studium General kali ini adalah “ Negara Pancasila: Simbiosis Mutualisme Antara Agama dan Negara” dengan menghadirkan Ketua Umum DPP P3 sekaligus anggota Komisi XI DPR RI, Ir. H. Muhammad Romahurmuziy, M.T atau yang kerap disapa Gus Romy sebagai pembicara.
Gus Romy merupakan cicit dari pendiri NU, KH. A. Wahab Chasbullah. Ayahnya bernama Prof. Dr. KH. M. Tolchah Mansoer, SH, dan ibunya bernama Dra. Hj. Umroh Machfudzoh merupakan pendiri IPPNU, sedang ayahnya merupakan pendiri IPNU. Pendidikan terakhir beliau adalah Sarjana Teknik Fisika di ITB (1999) kemudian dilanjutkan Magister teknik dan Managemen Industri ITB (2002). Beliau banyak berpretasi dalam bidang akademik salah satunya adalah Siswa teladan nasional tingkat SMP dan SMA.
Dalam kesempatan kali ini, Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M. Ag., menuturkan bahwa acara ini dilaksanakan untuk memberi motivasi dalam hal intelektual dan spiritual, agar mahasiswa memiliki intelektual dan spiritual yang bagus. Acara ini diawali dengan pembacaan ayat suci al quran oleh Mahasiswa/i dengan masing-masing memperoleh bagian 1 Jus. Kemudian dilanjutkan dengan penampilan dari group hadroh El-Fata.
Pada acara ini, narasumber memaparkan bahwa dalam negara ini kita hidup diatas beragam suku bangsa, dan kita pun memiliki perbedaan satu sama lain, dari banyak perbedaan itu kita diajarkan untuk ta’aruf, mengenal satu sama lain, dan menjadikan keberagaman sebagai pondasi kekuatan untuk negara ini. Hitam putihnya Indonesia merupakan hitam putihnya umat islam dan hitam putihnya umat islam merupakan hitam putihnya umat islam di dunia, jadi kita sebagai pewaris harus bisa mengembangakan apa yang diwariskan kepada kita dengan cara saling bekerja sama untuk menggapai tujuan yang diinginkan bersama, dan dalam hal tersebut kita harus mencontoh Rasulullah sebagai Uswatun Khasanah bagi kita.
Islam yang tidak dibangun dengan kekuasaan tidak akan berkembang dan agama yang didirikan tanpa kekuasaan ia akan buta, dari kutipan tersebut kita pasti tau bahwa islam dan kekuasaan tidak dapat dipisahkan karena agama merupakan pondasinya dan kekuasaan merupakan penjaganya seperti dalam Pancasila sila pertama yang menjadi pemimpin dari sila-sila selanjutnya. Seperti kerakyatan ketuhanan yang contohnya suara rakyat merupakan suara tuhan, tetapi itu tidak benar, jika seperti itu maka suara rakyat yang tidak baikpun merupakan suara tuhan, sedangkan tuhan tidak akan memberi hal yang tidak baik kepada hambanya. Seperti di negara tetangga yang melegalkan LGBT karena menganut suara rakyat, dan hal itu menentang suara tuhan. Untuk mengatasi penentangan tersebut solusinya berada di Pancasila sila 1.
Agama dan kekuasaan merupakan simbiosis mutualisme walaupun agama bukan negara dan negara bukan agama tetapi negara berkewajiban melindungi agama dan agama berkewajiban memandu negara. Dengan adanya acara Studium General yang memberikan pembahasan tentang agama dan kekuasaan yang saling menguntungkan seperti yang di paparkan diatas, diharapkan kita sadar bahwa kita adalah generasi penerus yang harus mempunyai semangat juang yang tinggi dan disandarkan pada agama. Sehingga negara ini dapat menyusul negara maju namun tidak lupa akan kekuasaan dengan pedoman dari agama.
Fatihatun Nikmah | Asnalia Rokhmah