Raden Ajeng Kartini atau lebih akrab disebut sebagai Ibu Kartini merupakan sosok perempuan luar biasa pada masa nya, yang bahkan jasanya masih terkenang hingga sekarang. Mulai dari hari kelahirannya yang selalu diperingati dengan berbagai kegiatan seperti karnaval kartini, cita-cita nya melahirkan sebuah lagu nasional (Ibu Kita Kartini), perjalanan lika liku hidup yang dibukukan, atau bahkan kisahnya yang diangkat ke dalam layar lebar.
Beliau adalah wanita keturunan bangsawan yang lahir di Jepara pada 21 April 138 tahun silam. Garis keturunan biru yang disandangnya, tidak lantas menjadikan sosok Kartini sombong, bahkan Kartini tidak suka dipanggil sebagai “Raden Ajeng” karena beranggapan bahwa keturunan bangsawan atau tidak, kedudukannya sama saja. Jadi tidak perlu adanya embel-embel Raden Ajeng.
Kartini dikenal sebagai pelopor emansipasi wanita. Emansipasi wanita sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi) berarti proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan maju. Secara sederhana bisa diartikan sebagai proses untuk mendapatkan persamaan derajat baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun pendidikan.
Perjuangan Kartini dilatarbelakangi oleh kehidupan wanita pada zamannya yang cenderung dibatasi. Wanita pada zaman itu hanya boleh di dapur, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, menjalankan fungsinya sebagai seorang istri, dan mereka tidak diberi hak yang sama untuk mengenyam pendidikan seperti kaum laki-laki pada masa itu. Dalam kondisi demikian, Kartini melihat adanya kesenjangan intelektual antara suami dan istri khususnya dalam bidang pendidikan. Untuk itu, muncullah inisiatif dari Kartini untuk menyuarakan emansipasi wanita, yang memang pada masa itu masih dianggap sebagai hal tabu.
Melalui perjuangan dan kerja kerasnya, akhirnya berdirilah Sekolah Wanita yang dinamai dengan Sekolah Kartini. Berdiri di Semarang pada 1912 oleh Yayasan Kartini lalu menyebar ke daerah Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan lain sebagainya.
Berkat perjuangan Kartini, wanita era sekarang merasakan dampak yang luar biasa. Dimana tidak ada lagi perbedaan gender, semua wanita dan laki-laki dianggap sama sederajat. Berhak memperoleh kesempatan dalam bidang apapun termasuk bidang pendidikan. Bahkan pekerjaan yang dulunya dianggap sebagai pekerjaan khusus kaum laki-laki pun, kini kaum wanita bisa menjadi bagian dari pekerjaan itu juga. Misalnya menjadi polisi wanita (polwan), pilot wanita, tentara wanita, menteri wanita, pemimpin negara wanita dan masih banyak lagi.
Seiring dengan gencarnya slogan “emansipasi wanita” tak pelak menjadikan wanita masa kini terkadang lupa kodratnya sebagai seorang wanita. Mereka memaknai emansipasi sebagai bentuk perlawanan, pemberontakan, dan kebebasan tanpa batas. Padahal kita tau sendiri bahwa wanita masih memiliki tanggung jawab lain yaitu sebagai istri dan ibu dalam keluarganya. Ia memiliki kewajiban untuk melayani suami serta mendidik anak-anaknya terlepas dari pekerjaan yang dijalaninya.
Dengan demikian, perlu diketahui bahwa emansipasi bukanlah –sesuatu- untuk ‘menghilangkan kodrat wanita’. Melainkan mensejajarkan peran kaum wanita dengan kaum laki-laki untuk menjalin hubungan yang bersifat partnership, bukan saling menguasai atau melepaskan diri dari tanggung jawab yang ada. Karena Kartini pun, pengagum kesetaraan.
Penulis: Nina Fitriani