Dengan berkembangnya zaman, berkembang pula ilmu pengetahuan dan cara pandang seseorang dalam berfikir dan bertindak. Dunia ini khususnya, yang mana sedang digembar-gemborkan oleh kecanggihan teknologi yang ditawarkan oleh era globalisasi. Serta kemodernan yang juga ikut andil dalam proses fenomena ini. Kecanggihan dunia pengetahuan dan teknologi pun lebih banyak mengubah mindshet seseorang. Hingga muncul artian orang-orang modern dan post-modern. Yang mana, mereka akan merasa “kudet” jika tak lebih mengenali fenomena terkini. Begitulah zaman sekarang, manusia abad 20 yang mudah latah dalam mengatasi arus globalisasi dan modernisasi.
Media massa salah satu contohnya, semua orang dimudahkan dalam berbagi informasi dan mendapatkan kabar berita hanya dengan segenggam gadget yang terhubung dengan aplikasi sosial media. Dalam hitungan detik kita mampu mengetahui semua tentang dunia. Semua dimudahkan olehnya, bahkan tak heran jika orang yang pandai menggunakan media massa seakan dialah yang menggenggam dunia. Bukan hanya mencari dan menemukan berita melalui media massa, semua orang pun secara bebas mampu memberitakan sesuatu didalam media massa hanya dengan klik share, maka semua dunia akan tahu, bahkan orang yang tak berpengetahuan sekalipun. Namun, apakah itu yang disebut dengan kemodernan? dimana semua orang tak memiliki batasan dalam menggunakan media massa? dan benarkah memberi informasi semacam itu adalah hal yang dibenarkan dalam agama Islam?.
Menurut Umar Abdul Jabbar dalam kitab Mabadiul Fiqhiyah juz satu, dijelaskan bahwa Agama Islam adalah segala peraturan dari Allah yang dibawa oleh nabi Muhammad S.A.W. untuk disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk supaya mereka selamat dunia dan ahirat.
Menurut Umar Abdul Jabbar dalam kitab Mabadiul Fiqhiyah juz satu, dijelaskan bahwa Agama Islam adalah segala peraturan dari Allah yang dibawa oleh nabi Muhammad S.A.W. untuk disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk supaya mereka selamat dunia dan ahirat. Jelas sudah, bahwa segala peraturan dan etika sudah ada pada agama Islam melalui nash Al-quran, Khadist, dan ijtihad para ‘ulama. Mulai dari hubungan vertikal dalam bentuk ibadah yaitu antara makhluk dengan Tuhan, dan hubungan horizontal dalam bentuk muammalah yakni antara makhluk dengan sesama makhluk lainnya.
Begitu halnya peraturan tentang berkomunikasi dan memberi informasi kepada sesama manusia, terlebih melalui media massa yang mana semua manusia bebas dalam menuliskan sesuatu didalamnya. Jadi, bisa dibayangkan jika hubungan dengan sesama manusia tidak didasari pada agama Islam, maka yang akan terjadi adalah kesalahfahaman hingga permusuhan, hamya karena sebuah informasi yang salah.
Betapa bahayanya media massa saat ini, dunia maya yang tak pernah bisa kita lepaskan dari kehidupan manusia sekarang. Media massa memang memberi manusia kemudahan, tapi dia juga bisa membuat manusia celaka. Banyak orang masuk penjara karena memosting atau membagikan sesuatu pada media sosial, tak heran jika sering terjadi perpecahan dan permusuhan yang terjadi karna disebabkan oleh informasi hoax dan propaganda. Bahkan informasi fakta, prasangka, fitnah dan gosip, semua bercampuraduk menjadi satu. Jika kita tidak mampu bijaksana memilah dan memilih informasi yang tepat maka akan membuat kita celaka.
Sesuai sabda Rosul S.A.W. “Salamatul Insan Fi Khifdhil Lisan” yang berarti bahwa “Selamatnya manusia tergantung dari apa yang diucapkannya”, jika tidak bisa berbicara dengan baik, Rosul menganjurkan untuk lebih baik diam. Dengan berkembangnya zaman, diam disini diartikan bukan hanya sekedar diam secara dhohir dalam bertuturkata saja, melainkan diam dari status, cuitan di tweet, postingan yang kita share dan pesan yang kita broadcast di BBM. Lantas bagaimana sebaiknya mengolah informasi secara benar menurut agama Islam?.
Agama Islam menganjurkan kita untuk Tabayyun atau klarifikasi, Allah S.W.T berfirman dalam Q.S. Al-Hujurot ayat 6 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu kabar berita, maka perikasalah dengan teliti, agar kamu tidak tertimpa musibah hingga menyebabkan kamu menyesal”. Ayat ini mengingatkan kepada manusia, bahwa seringkali manusia melakukan kesalahan, setelah membaca atau menemukan sebuah informasi dengan mudah secara langsung menyebarkannya tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu, padahal berita yang disebar akan sangat cepat diterima oleh masyarakat secara luas.
Islam juga mengajarkan mengenai informasi yang bersifat dhon atau prasangka, bahkan tanpa kita ketahui sering terjadi penambahan atau pengurangan kalimat pada informasi yang sebenarnya.
Islam juga mengajarkan mengenai informasi yang bersifat dhon atau prasangka, bahkan tanpa kita ketahui sering terjadi penambahan atau pengurangan kalimat pada informasi yang sebenarnya. Dijelaskan pula bahwa jika kabar itu benar maka itu adalah ghibah dan jika kabar itu salah maka itu adalah fitnah, keduanya sama-sama sebuah kesalahan, karena begitu besar dampak yang disuguhkan oleh informasi yang bersifat prasangka dan fitnah, mulai dari salah faham hingga faham yang salah.
Allah S.W.T. berfirman dalam surat An-Najm ayat 28 “Sesungguhnya prasangka itu tidak sedikitpun bermanfaat dalam kebenaran”. Maka hilangkan prasangka dalam diri kita kepada seseorang, yang mana dalam bahasa inggris prasangka adalah Pre Judice yang berarti menghukum seseorang sebelum mengetahui kebenarannya. Dan itu adalah dosa. Seseorang bisa dikatakan pendusta jika informasi yang kita share adalah fitnah atau bersifat dhon dan tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu.
Begitu indahnya Islam, sebegitu detail-nya mengajarkan kepada manusia tentang bagaimana menjaga lisan dan meggunakan media massa secara bijaksana. Maka, diharapkan saat akan menerima atau menyebarkan informasi tetap merujuk pada peraturan agama Islam, salahsatunya degnan menggunakan media massa dengan cara kebaikan dan melakukan tradisi saring terlebih dahulu sebelum sharing serta teliti sebelum meluas ke pelosok negeri. Dengan memertimbangkan apakah informasi tersebut membawa manfaat atau justru membawa madhorot tersebut, diharapkan tertatanya suatu hubungan manusia yang indah, damai, harmonis, tanpa permusuhan dan perpecahan dalam bingkai kesatuan yang rahmatan lil‘alamin. Aamiin.