Peralihan status Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) tidak terlepas dari peran semua lapisan yang ada pada lembaga pendidikan tersebut. Mulai dari pemerintahan yang ada di STAIN Pekalongan hingga pemerintahan mahasiswa.
Dengan peralihan status ini, sistem yang semula masih mengacu pada peraturan tingkat perguruan tinggi, tentunya akan menyesuaikan peraturan setingkat institut. Demikian juga, persiapan dalam menata Organisasi Tata Kerja dan status ke depan menjadi tantangan tersendiri bagi IAIN Pekalongan, baik dalam segi struktur Organisasi (pejabat), peningkatan fasilitas, keprofesionalan pengajar dan sebagainnya.
Perubahan tersebut, juga akan merubah sistem ke-pemerintahan pada lembaga (Organisasi) intra kampus, hal ini dikonfirmasi oleh Aris Mugiono (Ketua SEMA 2016), ” Ada wacana untuk merubah sistem kepemerintahan yang ada, tapi memang butuh waktu untuk menyesuaikannya, seperti HMJ yang nantinya juga akan berubah menjadi BEM-F (Badan Eksekutif Fakultas) dan yang lainnya.”
Hal ini juga ditanggapi oleh DEMA selaku pelaksana kebijakan dimana perubahan yang paling siginifikan terhadap adanya peralihan status ini adalah perubahan struktur pemerintahan, yaitu HMPS akan menjadi HMJ, HMJ menjadi DEMA Fakultas, dan untuk DEMA akan menjadi DEMA Institut. Begitu juga dengan SEMA, SEMA akan menjadi SEMA Institut, dan akan berdiri SEMA dibawahnya yaitu SEMA Fakultas. Perubahan struktur ini juga berpotensi adanya Kelembagaan Pers di masing-masing fakultas. Seperti yang dikatakan oleh Hidayati Hasina, wakil ketua DEMA 2016.
Perubahan-perubahan lain seperti perubahan kegiatan organisasi dan lain-lain belum dapat dipastikan. Karena pembuatan konstitusi baru akan dilaksanakan 2 bulan kedepan setelah terpilihnya ketua DEMA yang baru dan perubahan terkait peralihan status juga baru dapat dilaksanakan setelah turunnya SK dari Kementerian, dan dilantiknya Ade Dedi Rohayana sebagai Rektor IAIN Pekalongan yang sebelumya menjabat sebagai Ketua STAIN Pekalongan. Namun kegiatan yang ada di dalam organisasi nampaknya akan tetap sama. Hanya perubahan nama yang akan banyak berubah.
Yang mempunyai wewenang dalam hal ini, juga sudah melakukan koordinasi dengan IAIN Purwokerto pada tanggal 13 Oktober 2016 bersama DEMA dan lembaga intra kampus yang lain. IAIN Purwokerto juga merupakan sekolah tinggi terakhir yang beralih fungsi menjadi institut sebelum STAIN Pekalongan. Oleh karena itu, STAIN Pekalongan memilih IAIN Purwokerto dalam melakukan koordinasi.
Ada beberapa pertimbangan, terkait dengan kebijakan yang nantinnya akan diambil, “ Dengan masa purna SEMA periode ini tinggal 2 bulan lagi, dan belum adanya kepastian legalitas IAIN secara resmi diumumkan oleh pihak kampus, membuat amandemen yang semula november, harus diundur sampai waktu yang belum ditentukan. Kemudian, apabila legalitas ini turun pada bulan November. Nantinya, akan mencoba untuk mengajukan penambahan masa kepengurusannya, karena ini masih menjadi tanggung jawab dari kepengurusan kami,” jelas Hasina.
Pihaknya juga sudah mempersiapkan, untuk berkoordinasi dengan WAKET 3 yang menangani bidang kemahasiswaan dan berkonsolidasi dengan lembaga-lembaga intra kampus untuk pembahasan yang serupa. Harapan besar, bagi semua pihak yang terkait untuk ikut mempersiapkan peralihan status ini, agar hasil yang dicapai nantinya juga sesuai dengan harapan masing-masing lembaga ataupun organisasi.
Namun kenyataan lain yang saat ini terjadi adalah tidak semua mahasiswa aktifis memahami konstitusi yang dibuat oleh SEMA, sehingga perubahan status IAIN ini menurutnya hanya akan berpengaruh pada perubahan nama organisasi dan dianggap tidak berpengaruh terhadap konstitusi yang akan dibuat kedepannya. Seperti yang dituturkan Hismatul Hanifah selaku pengurus HMPS Ekonomi Syariah. Ketidaktahuan aktifis mengenai konstitusi disebabkan ketidak ingin tahuan mahasiswa sendiri terhadap konstitusi yang telah dibuat, kurangnya sosialisasi pemegang kebijakan terhadap UU yang telah dibuat.
“Harapan kedepannya, UU yang akan dibuat dapat dibuat secara detail, terperinci, dan sportif. Calon ketua juga dapat memaksimalkan dan merumuskan UU dengan baik, karena semua kegiatan berpacu pada UU,” tutur Hidayati Hasina, diakhir sesi wawancara.
(Najibul Ulum & Wahidatul Maghfiroh)