Mahasiswa. Sebuah kata yang biasa digunakan untuk mereka yang terus melanjutkan jenjang pendidikannya setelah lulus dari SMA ke perguruan tinggi yang terdiri dari sekolah tinggi, akademi, universitas, politeknik dan institut. Mahasiswa adalah sebuah status sekaligus beban yang mendalam bagi mereka yang benar-benar memaknainya. ‘Mahasiswa’ menunjukkan arti sudah bukan menjadi seorang ‘siswa’ lagi. Maha yang berarti tinggi mengandung arti eksplisit untuk bisa dan mampu menguasai segala hal tidak seperti pelajar pada taraf pendidikan yang sebelumnya. Diawal penyesuaian mungkin akan terasa berat karena seorang mahasiswa baru harus mampu melepaskan jati diri terdahulunyadan menghilangkan semua uforia kekanak-kanakan. Meski demikian, ini merupakan sebuah proses yang sangat panjang. Pada akhirnya mahasiswa akan menemukan jati diri yang baru seiring langkah menuju kedewasaannya.
Lantas mengapa yang sering kita dengar adalah sebutan‘mahasiswa’? Bagaimana dengan mahasiswi. Hal ini terjadi tidak lepas karena Indonesia masih memegang teguh pada budaya patrilineal (kekuasaan mayoritas pada kaum laki-laki). Sehingga penyebutan status biasanya familiar khusus hanya untuk laki-laki selaku kaum mayoritas. Misalnya seperti negarawan, tidak negarawati. Sastrawan, tidak sastrawati, dsb. Selain itu fakta sejarah juga menunjukkan bahwa penyebutan mahasiswa terjadi karena dahulu mayoritas hanya kaum laki-laki saja yang mampu mengenyam pendidikan dari mulai tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Namun ternyata sejauh ini mahasiswi tidak mempersalahkan penggunaan kata generalisasi tersebut. Meski di negara lain penggunaan kata yang menunjukkan perbedaan gender sudah dihapuskan karena dianggap mengandung unsur dimensi ketidakadilan, faktanya Indonesia masih menganggapnya sebagai hal yang wajar.
Penyebutan mahasiswa barangkali hanya terjadi di Indonesia saja, pasalnya dinegara lain seseorang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi tidak selamanya disebut dengan mahasiswa. Misalnya di USA, ada klasifikasi penyebutan nama yakni pada tahun pertama mahasiswa disebut freshmen, tahun kedua disebut saphomore, tahun ketiga disebut junior dan tahun keempat biasa disebut dengan senior.Namun bagi mahasiswa yang sudah lebih dari 4 tahun, penyebutannya berbeda, yakni menjadisenior senior.Begitu seterusnya bila sudah bertahun-tahun.
Di negara manapun, mahasiswa memiliki peranan penting dalam kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Berkat mahasiswa pula, di tahun 1998 Indonesia meraih kebebasan demokrasi dengan menggulingkan pemerintahan Soeharto yang kala itu telah memimpin Indonesia lebih dari 30 tahun. Peran inilah yang menunjukkan sebuah pembuktian bahwa mahasiswa adalah agen of change. Tidak hanya agen of change, mahasiswa juga dituntut untuk menjadi social control dan iron stock.Social control berarti mampu menjadi pengawas yang sesekali dapat berontak apabila terjadi ketidakbenaran dalam kondisi tatanan masyarakat maupun birokrasi sedangkan mahasiswa dapat dikatakan sebagai iron stockkarena mahasiswa merupakan aset bangsa yang kedepannya dapat menjadi pemimpin yang bijak.
Menjadi seorang mahasiswa merupakan sebuah dambaan sekaligus cita-cita bagisebagian pemuda. Awalnya, ada degup haru ketika duduk dengan bentuk kursi yang berbeda, berada dalam ruangan yang sejuk bersih tanpa dihantui tugas piket untuk menyapu kelas,jadwal yang fleksibel, pakaian serba bebas wangi dan selalu bersahabat dengan laptop. Demikianlah, dimanapun pilihan tempat untuktetap melanjutkan studi, baik diswasta maupun negeri, baik-buruk, mahal- murah, tetaplah disebut mahasiswa. Kini teriakan ‘salam mahasiswa’ bukan menjadi hal yang asing lagi. Sampai detik ini banyak lika-liku mahasiswa yang menarik untuk selalu diperbincangkan, mulai dari mahasiswa baru hingga mahasiswa semester akhir. Banyak pula joke-joke lucu untuk menyebutkan klasifikasi mahasiswa tertentu, diantaranya seperti mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang, mahasiswa yang aktivitasnya hanya kuliah saja), kuda-kuda(kuliah dagang-kuliah dagang, mahasiswa yang memiliki kesibukan kuliah sambil berdagang), kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat, mahasiswa yang memiliki kesibukan sebagai aktivis baik di dalam kampus maupun di luar kampus) dan masih banyak joke-joke lain yang keren lagi.
Terlepas dari itu semua, mahasiswa STAIN Pekalongan juga sama. STAIN Pekalongan menjadi satu-satunya perguruan tinggi negeri se-eks karasidenan Pekalongan yang sebentar lagi akan mengadakan peresmian pengalihan status secara menyeluruh menjadi IAIN Pekalongan. Faktanya sampai tahun ini, STAIN Pekalongan menjadi salah satu perguruan tinggi yang paling banyak diminati di Pekalongan. Mungkin karena status negeri dibawah naungan Kementrian Agama sehingga pembayaran kuliah tidak semahal di swasta, selain itu letaknya yang strategis dan akses informasi yang mudah didapat. Selain program studi Pendidikan Agama Islam, program studi Ekonomi Syariah juga menjadi program studi yang banyakdiminati. Entah apa yang menjadi prodi ini banyak diminati, mungkin karena prospek kedepan yang terlihat cerah, senada dengan perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia yang semakin hari kian menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan sehingga kelak diharapkan akan membuka banyak lowongan pekerjaan.Saking banyaknya, pada tahun 2014 jumlah mahasiswa program studi Ekonomi Syariah mencapai 1374 mahasiswa yang terdiri dari 466 laki-laki dan 908 perempuan.[1] Angka tersebut hanya satu prodi saja, sehingga tak heran jika STAIN Pekalongan memiliki ribuan mahasiswa.
Seiring berjalannya waktu, sudah menjadi suatu hal yang pasti bahwa setiap prodi memilili brand image-nya masing-masing. Demikian pula dengan brand image mahasiswa Ekonomi Syariah. Penampilan yang memukau, cantik-cantik, fashionable, trendy dan hits telah menjadi ciri khasnya. Begitu kata sebagian kecil kaum ‘penilai’ dan kaum ‘pemerhati’ tanpa basa-basi. Ya mungkin ada benarnya. Faktanya memang demikian. Terlihat ada beberapa kesenjangan yang jarang diungkap. Namun sebagian besarmahasiswa menganggapnya tidak menjadi suatu persoalan. Padahal secara tidak langsung hal itu dapat mempengaruhi pola pikir dan memicu kecemburuan sosial diantara mahasiswa.
Seabrek tugas menjadi makanan sehari-hari. Deadline menjadi hal yang sangat ditakuti. Presentasi ngalor ngidultidak dapat dipahami, sedikit buku yang dibaca, ngawang ngarang kadang-kadang menjadi hobi dadakan. Zona nyamanlah yang paling disukai, seolah-olah cenderung berorientasi pada kesejahteraan dirinya sendiri. Seringkali yang diinginkan hanya dosen yang mudah dalam memberi nilai yang bagus sehingga mampu mendongkrak nilai IPK. Terkadang untuk memikirkan tugasnya sendiri saja sudah setengah mati susahnya, apalagi untuk memikirkan keadaan lingkungan sekitar sebagai wujud pengabdian? Nonsense. Ngunu kok yo arep nglawan MEA!, ujar salah satu dosen syariah dalam memberikan penilaiannya terhadap mahasiswa Ekonomi saat mengisi perkuliahan beberapa hari yang lalu.
Over all, menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban. Bahkan hadist nabi mengatakan tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Hal ini menunjukkan bahwa urgensi dari menuntut ilmu ini tidak boleh dikesampingkan. Fardhu ain, sangat wajib bagi setiap muslim. Meski demikan dalam menuntut ilmu tidaklah mudah, butuh 1001 perjuangan, jer basuki mawa beya. Banyak hal yang harus dikorbankan. Perlu jungkir balik yang maksimal. Dikitab Ta’lim muta’alim telah disebutkan bahwa amal tanpa ilmu, maka hanya sia-sia belaka, tidak akan diterima. Maka dari itu, sekali lagi urgensi dari ilmu tidak bisa dianggap remeh. Seperti halnya dalam tri dharma perguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan, penelitian dan pengabdian. Tiga hal tersebut harus berjalan selaras saling melengkapi demi dalam rangka mengisi kemerdekaan dengan bermanfaat bagi masyarakat.
Namun lagi-lagi tak tahu caranya, lagi-lagi kurang baca, lagi-lagi dituntut untuk bisa memahami semua mata kuliah, lagi-lagi dituntut untuk mengasah soft skill, lagi-lagi dituntut untuk bisa bahasa Inggris, lagi-lagi dituntut untuk bisa berdaya. Sebenarnya terlalu banyak tuntutan menjadi seorang mahasiswa. Faktanya memang benar demikian. Tuntutan-tuntutan itu sedikit banyak telah menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan. Kekhawatiran tersebesar justru ketika tidak lulus-lulus atau lulusnya lama, bukan tidak bisa memberi arti pada masyarakat. Hal inilah yang mungkin perlu diluruskan. Kata seorang dosen juga mahasiswa Ekonomi Syariah sekarang terlihat kehilangan motivasi, arah dan cita-cita, sehingga nampak terkesan monoton dan tidak intelektual. Seharusnya ketika tahu dirinya sedang tidak bersemangat, maka carilah sesuatu yang mampu membuat semangat itu tumbuh kembali. Ibarat lapar tapi tidak mau makan. Mirip dengan hidup segan mati tak mau.
Pendapat tersebut mungkin ada benarnya, hal ini dibuktikan dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa ekonomi syariah dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata banyak yang tidak menyadari tentang arti penting sebuah status mahasiswa. Secara eksplisit mengungkapkan bahwa mereka menyadari akan kurangnya partisipasi dalam sosial kemasyrakatan, khususnya di lingkungan tempat tinggal. Selain itu juga kurangnya pengetahuan diluar perkuliahan karena adanya alasan-alasan tertentu.[2]
Terlepas dari itu semua, sejatinya kita memiliki tugas, peranan dan fungsi masing-masing yang tidak sama. Tidak boleh saling merendahkan dan menjustifikasi pola perilaku seseorang. Mahasiswa tidak sepenuhnya bisa, tidak pula sepenuhnya mampu. Mahasiswa juga manusia yang sangat jauh dari kesempurnaan, banyak khilaf juga lupa. Entah kuda-kuda, kura-kura, entah pula kupu-kupu, mereka pasti memiliki alasan dan latar belakang cerita masing-masing. Semua hanyalah proses. Proses penemuan sebuah jati diri. Sesungguhnya yang paling penting adalah bagaimana mahasiswa dapat memberikan kebahagiaan untuk kedua orang tuanya. Ridho orang tualah yang paling utama diatas segala-galanya.Hanya pinter lan bener, eling lan waspada. Kemudian yang tak kalah penting lagi, ilmunya dapat bermanfaat. Mungkin tidak harus saat ini, tapi nanti.Selain itu juga mahasiswa juga harus mampu menjadi pembeda, senantiasa mengisi kemerdekaan, dan memberi arti bagi hidup orang lain dengan cara dapat bermanfaat dan ikut berperan serta dalam pembangunan. Karena sebaik-baiknya mahasiswa adalah mahasiswa yang dapat bermanfaat untuk banyak orang. Wallahua’lam Bisshawab.
[1]Kota Pekalongan dalam angka 2015, Katalog BPS: 1102001.3375. BPS Kota Pekalongan
[2]Wawancara pada tanggal 21 November 2016